Pertemuan Para Menlu ASEAN di Kamboja Pekan Depan Batal, Ada Apa?
PHNOM PENH, iNews.id - Kamboja menunda pertemuan para menteri luar negeri (menlu) ASEAN yang sedianya digelar pekan depan secara tatap muka. Penyebabnya, beberapa menteri kesulitan untuk melakukan perjalanan.
Ini merupakan pertemuan para menteri ASEAN pertama sejak Kamboja menjadi pemimpin ASEAN tahun 2022.
"Penundaan ini karena banyak menteri ASEAN kesulitan melakukan perjalanan untuk bergabung," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Kamboja, Koy Kuong, tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut, dikutip dari Reuters, Rabu (12/1/2022).
Ditanya terpisah mengenai siapa saja menteri yang tidak bisa hadir dalam pertemuan pada 18-19 Januari di Siem Reap itu, Koy menegaskan dirinya tak bisa berbicara mewakili para menlu tersebut.
Pertemuan para menlu ASEAN ini berlangsung di tengah isu krisis Myanmar yang belum menujukkan tanda perbaikan.
Perdana Menteri Kamboja Hun Sen pekan lalu melakukan perjalanan ke Myanmar dan bertemu pemimpin junta Min Aung Hlaing. Hun Sen menjadi pemimpin asing pertama yang bertemu pemerintahan junta sejak kudeta menggulingkan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021.
Diketahui, negara-negara ASEAN berbeda pendapat dalam menentukan sikap soal krisis Myanmar. Namun pada akhir tahun lalu, di bawah kepemimpinan Brunei Darussalam, para pemimpin ASEAN sepakat mengambil langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya, yakni tak mengundang pemimpin junta dalam pertemuan tingkat tinggi (KTT). ASEAN hanya mengundang tokoh non-politik dari Myanmar.
Keputusan itu diambil karena Myanmar gagal memenuhi poin konsensus yang disepakati dalam pertemuan darurat di Jakarta pada April 2021, di antaranya mengakhiri kekerasan, memulai proses dialog, serta membebaskan tahanan politik.
Namun tampaknya, Kamboja akan mengambil pendekatan berbeda dalam mengatasi krisis Myanmar. Menlu Prak Sokhonn berharap akan menggantikan posisi Menlu Brunei Erywan Yusof sebagai utusan khusus ASEAN untuk Myanmar dalam pertemuan di Siem Reap.
Dia bahkan mengkritik Yusof yang dinilai gagal untuk mendapatkan akses ke Aung San Suu Kyi.
Editor: Anton Suhartono