Perusahaan Jepang Rampungkan Uji Coba Mobil Terbang Berawak
TOKYO, iNews.id – Pada dekade 1880-an, Karl Benz mengembangkan mobil modern pertama. Sekitar dua dekade kemudian, Wright bersaudara di Carolina Utara, AS, menemukan pesawat terbang pertama yang berhasil mengudara.
Saat ini, dunia semakin dekat untuk menggabungkan kedua konsep moda tersebut. Perusahaan teknologi asal Jepang, SkyDrive, menyatakan telah menyelesaikan uji coba pada sebuah “mobil terbang” berawak.
Perusahaan itu mengungkapkan dalam siaran persnya pada Jumat (28/8/2020) bahwa mereka telah merampungkan uji terbang menggunakan “mesin uji berawak pertama di dunia”, yakni sebuah model SD-03, kendaraan listrik yang mampu melakukan lepas landas dan mendarat secara vertikal (eVTOL). Uji coba penerbangan berlangsung selama empat menit.
Mobil terbang itu memiliki satu kursi dan beroperasi dengan delapan motor dan dua baling-baling di setiap sudut. Kendaraan itu terangkat sekitar 10 kaki (3 meter) ke udara dan dioperasikan oleh seorang pilot, kata SkyDrive seperti dilansir The New York Times, Senin (31/8/2020).
Chief Executive SkyDrive, Tomohiro Fukuzawa mengatakan, lima tahun lalu terdapat beragam prototipe mobil terbang, kebanyakan dengan sayap tetap. Namun, produk SkyDrive yang diujicobakan kali ini, menurut dia, menjadi salah satu yang paling bersahabat dalam ukurannya. Dia juga mengklaim kendaraan tersebut lebih ringan dibandingkan dengan desain-desain lainnya.
SkyDrive mulai dioperasikan pada 2012 oleh sejumlah anggota organisasi relawan bernama Cartivator. Perusahaan tersebut mulai mengembangkan mobil terbang pada 2014.
Tahun ini, SkyDrive menerima dana dari Bank Pembangunan Jepang dan beberapa investor lainnya. Selain SkyDrive, beberapa perusahaan yang juga sedang mengembangkan teknologi serupa antara lain Boeing dan Airbus, serta produsen mobil Toyota dan Porsche.
Pada Januari lalu, Hyundai dan Uber juga mengumumkan bahwa mereka berkolaborasi dalam mengembangkan “taksi udara” serbalistrik.
Analis Morgan Stanley mengatakan mereka memperkirakan taksi udara di kawasan perkotaan akan menjadi pemandangan umum pada 2040. Nilai pasar globalnya diproyeksikan menjadi 1,4 triliun dolar AS (20.365,8 triliun) hingga 2,9 triliun dolar AS (42.186,3 triliun) pada saat itu.
Akan tetapi, faktor keselamatan masih menjadi salah satu dari dua tantangan yang mencegah teknologi terebut digunakan secara luas untuk saat ini, kata asisten profesor teknik dan mekanik kedirgantaraan di University of Minnesota, Derya Aksaray. “Teknologi otonom yang aman untuk pesawat eVTOL masih dikembangkan,” ujarnya.
Tantangan lainnya adalah desain. Kendaraan tersebut harus cukup kuat untuk membawa beban yang diperlukan, namun cukup tenang untuk diterbangkan di ketinggian rendah—yang ukurannnya belum diatur.
Sementara, profesor teknik kedirgantaraan di Universitas Michigan, Ella Atkins, mengungkapkan pandangan yang berbeda tentang kepraktisan mesin eVTOL.
“(Teknologi ini) akan lebih hemat energi daripada helikopter yang menggunakan banyak bahan bakar. Akan tetapi, (eVTOL) kurang hemat energi daripada mobil karena mereka juga harus mengangkat dirinya sendiri,” ujarnya.
“Dari segi biaya pun, mereka tidak begitu praktis digunakan untuk sekadar pergi ke toko makanan,” ujarnya.
Atkins mengatakan mesin ini mungkin lebih cocok digunakan untuk komunitas satelit di kota-kota atau negara-negara dengan medan yang sulit.
Editor: Ahmad Islamy Jamil