Pilot AU Israel: Pencaplokan Gaza, Perang Bodoh yang Tak Perlu!
TEL AVIV, iNews.id - Penolakan terhadap rencana pencaplokan kembali Gaza oleh Pemerintah Israel makin menguat. Sekitar 200 pilot Angkatan Udara, termasuk cadangan dan purnawirawan, menggelar demonstrasi di Markas Besar Staf Umum Pasukan Pertahanan Israel (IDF) untuk menentang langkah yang mereka sebut sebagai “perang bodoh yang tidak perlu".
Para pilot memprotes keras kebijakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang berencana menduduki Gaza, mengingat risiko besar terhadap para sandera Israel yang telah ditahan di wilayah tersebut selama 676 hari sejak 7 Oktober 2023.
Mereka menilai operasi militer skala penuh hanya akan memperburuk situasi.
“Menempatkan tentara kita pada risiko yang tidak perlu, menimbulkan kerugian yang tidak perlu terhadap sejumlah besar warga sipil tak berdosa, dan menjatuhkan posisi Israel di dunia ke titik terendah yang belum pernah terjadi sebelumnya,” bunyi pernyataan bersama para pilot, dikutip dari Maariv, Rabu (13/8/2025).
Selain membahayakan sandera, mereka menilai nyawa tentara Israel pun terancam akibat perang jarak dekat melawan pejuang Gaza.
Para pilot juga menyatakan dukungan penuh kepada Kepala Staf IDF Eyal Zamir yang menolak pencaplokan total dan memilih strategi serangan terbatas serta pengepungan untuk memberi tekanan militer pada Hamas tanpa terjebak dalam perang urban yang mematikan.
Rencana pemerintah Israel mencakup pengusiran hampir satu juta warga dari Kota Gaza ke wilayah selatan, diikuti pengepungan total untuk memaksa Hamas menyerah. Tahap selanjutnya adalah pendudukan kamp-kamp pengungsian yang sebagian besar telah hancur akibat pertempuran.
Namun, penolakan terhadap rencana itu tidak hanya datang dari militer. Keluarga para sandera dan tentara yang tewas di Gaza menyerukan mogok nasional pada 17 Agustus mendatang. Sejumlah perusahaan dan kampus telah menyatakan akan berpartisipasi.
Israel pernah menduduki Gaza selama 38 tahun, dari 1967 hingga penarikan diri pada 2005. Kini, wacana pencaplokan kembali wilayah tersebut memicu kekhawatiran akan babak baru konflik berkepanjangan yang memakan lebih banyak korban di kedua pihak.
Editor: Anton Suhartono