PM Australia yang Baru Scott Morrison Pernah Bikin Ulah ke Indonesia
JAKARTA, iNews.id - Scott Morrison ditetapkan sebagai Perdana Menteri Australia yang baru, menggantikan Malcolm Turnbull, Jumat (24/8/2018). Mantan menteri keuangan itu menang atas dua pesaingnya, mantan Menteri Dalam Negeri Peter Dutton dan Menteri Luar Negeri Julie Bishop, dalam pemilihan internal di Partai Liberal hari ini.
Nama Morrison ternyata bukan orang baru bagi Indonesia. Saat menjabat menteri imigrasi dan perlindungan daerah perbatasan pada 2013, dia menerapkan kebijakan keras terhadap imigran pencari suaka yang masuk Australia dengan mengembalikan mereka ke Cikepuh, Jawa Barat.
Saat itu, Partai Liberal di bawah kepemimpinan Tony Abbot baru memenangkan pemilihan umum. Salah satu programnya mempersulit kedatangan pengungsi karena dianggap membebani keuangan negara.
Dia membangun kerja sama dengan Pemerintah Indonesia untuk mengampanyekan bahwa perdagangan manusia merupakan pelanggaran hukum. Pada saat itu, nelayan di pesisir selatan Indonesia dituding melakukan penyelundupan manusia karena memfasilitasi para pencari suaka ke Australia dengan menyediakan kapal.
Morrison juga mengusulkan program pembelian perahu rusak, karena khawatir digunakan pelaku perdagangan manusia untuk menyelundupkan pengungsi ke Australia. Program itu tidak berjalan karena tidak mendapat dukungan Indonesia.
Selain itu, lembaga pemeriksa bukti PolitiFact juga menyebut rencana Morrison tersebut konyol.
Namun dia tak kehabisan akal. Dia memulai pengusiran pendatang bermasalah. Morrison membeli 11 perahu dari Singapura untuk mengangkut pengungsi, yang dicegat di tengah laut di dekat perairan Indonesia.
Dua di antara perahu itu sampai ke Cikepuh dan Pangandaran pada 2014 dengan mengangkut 94 pencari suaka. Kejadian itu langsung ditanggapi dengan protes keras dari pemerintah dan sejumlah politikus Indonesia karena sejumlah alasan.
Pertama, pengusiran kembali pengungsi membuat beban pengurusan mereka beralih ke Indonesia.
Selain itu Australia melanggar kedaulatan wilayah Indonesia dengan melakukan operasi tersebut, sampai-sampai petinggi militer Australia harus meminta maaf ke Indonesia.
Penyelidikan oleh angkatan bersenjata kedua negara itu menunjukkan bahwa Australia dua kali melanggar kedaulatan wilayah Indonesia.
Di sisi lain, banyak lembaga pembela hak asasi manusia (HAM) mengecam kebijakan Morrison. Dia dianggap tidak terbuka dalam mengabarkan seberapa banyak kapal pengungsi yang diusir.
Bahkan saat disinggung mengenai perlakuan tidak menyenangkan tentara perbatasan terhadap pengungsi, Morrison menjawab bahwa mereka punya alasan kuat untuk mengarang cerita.
Belum diketahui apakah dia akan melanjutkan kebijakan kontroversial itu di masa pemerintahannya. Namun analisis media menyebut, Morrison masih akan fokus untuk melanggengkan kekuasannya dalam pemilu 2019.
Partai Liberal merupakan partai berkuasa sekaligus mitra senior di koalisi konservatif yang akan menghadapi pemilihan pada Mei 2019. Namun Koalisi Partai Liberal-Nasional masih tertingggal dari kubu oposisi Partai Buruh dalam jajak pendapat.
Morrison harus membalikkan keadaan, menggalang kekuatan dengan koalisi sehingga perolehan kursi di parlemen bisa dominan. Kondisi ini diperparah dengan rencana pengunduran diri Malcolm Turnbull dari parlemen. Satu kursinya di Sydney akan diperebutkan kembali. Padahal satu kursi saja sangat penting karena kekuatan kubu koalisi dan oposisi sangat tipis.
Editor: Anton Suhartono