Presiden Suriah Tegaskan Tak Akan Berdamai dengan Israel meski Teken Kerja Sama Keamanan
DAMASKUS, iNews.id - Presiden Suriah Ahmad Al Sharaa menegaskan bahwa negaranya tidak akan berdamai atau menormalisasi hubungan dengan Israel, meskipun kedua negara sepakat menjalin kerja sama di bidang keamanan. Pernyataan tegas ini disampaikan setelah Amerika Serikat (AS) secara terbuka mendukung penguatan kerja sama keamanan antara Suriah dan Israel.
Washington menyebut langkah tersebut sebagai upaya menciptakan stabilitas di kawasan Timur Tengah yang selama ini dilanda konflik berkepanjangan. Dukungan itu dikonfirmasi dalam pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Al Sharaa di Gedung Putih, Senin (10/11/2025).
“Pihak Amerika menegaskan kembali dukungannya terhadap perjanjian Suriah dan Israel untuk memperkuat keamanan regional,” demikian pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Suriah, dikutip dari Sputnik, Selasa (11/11/2025).
Namun, Al Sharaa menolak anggapan bahwa kesepakatan tersebut merupakan langkah menuju normalisasi. Ia menegaskan, kerja sama keamanan semata-mata ditujukan untuk mencegah ancaman kelompok teroris lintas perbatasan, bukan membuka hubungan diplomatik dengan Tel Aviv.
“Suriah tetap memegang prinsipnya. Tidak ada perdamaian sejati selama tanah Suriah masih diduduki dan rakyat Palestina belum mendapatkan haknya,” kata Al Sharaa, dalam pernyataan sebelumnya.
Sementara itu Menteri Informasi Suriah Hamza Al Mustafa Suriah juga baru menandatangani deklarasi kerja sama politik dengan Koalisi Internasional untuk Mengalahkan ISIS yang dipimpin Amerika Serikat (AS).
“Perjanjian ini lebih bersifat politis dan tidak melibatkan unsur militer apa pun. Fokusnya adalah stabilitas kawasan dan pemberantasan terorisme,” ujarnya.
Langkah Damaskus ini dinilai sebagai strategi pragmatis Suriah dalam menghadapi dinamika geopolitik Timur Tengah pasca-perang, tanpa mengorbankan posisi ideologisnya terhadap Israel. Meskipun ada kesepakatan di atas meja, pernyataan Al Sharaa menegaskan, jalan menuju perdamaian sejati antara kedua negara masih sangat panjang.
Editor: Anton Suhartono