Presiden Taiwan Sulap Kantornya Jadi Hotel Gratis bagi Turis Asing, Berminat?
TAIPEI, iNews.id - Taiwan tidak kehabisan akal untuk terus menggaet wisatawan mancanegara meski wilayah itu terus mendapat tekanan dari China.
Konflik kedua pihak semakin tajam setelah Taiwan meningkatkan kerja sama militer dengan Amerika Serikat melalui pembelian persenjataan. Tak mau kalah, China menggelar latihan perang di perairan dekat Taiwan. China masih mengklaim Taiwan sebagai salah satu provinsinya.
Teranyar, Pemerintah China melarang warganya melakukan perjalanan solo ke wilayah itu. China merupakan salah satu negara penyumbang turis terbanyak ke Taiwan.
Salah satu inovasi terbaru yang dilakukan untuk mengget wisatawan mancanegara adalah menawarkan kantor kepresidenan untuk dijadikan tempat menginap.
"Saya mengundang Anda untuk berkunjung ke Taiwan dan merasakan kehangatan dan keramahan warga di sini," kata Presiden Tsai Ing Wen, dalam tayangan video berbahasa Inggris.
"Selagi Anda di sini, mengapa tidak menjadi tamu saya dan menginap di kantor kepresidenan," ujarnya, menambahkan, seperti dilaporkan kembali AFP, Kamis (15/8/2019).
Kantor presiden akan memilih 20 turis asing untuk bisa bermalam di landmark Kota Taipei berusia 100 tahun itu secara cuma-cuma.
Tak hanya itu, mereka juga bisa mengikuti upacara pengibaran bendera, asal mau bangun pagi hari yakni pukul 05.30 waktu setempat.
Syaratnya, peminat harus berusia 20 tahun atau lebih, warga negara non-Taiwan, menyerahkan rencana perjalanan, serta membuat video kreatif. Program ini akan berlangsung mulai Oktober 2019.
"Program ini merupakan yang pertama di dunia, tujuan kami untuk menunjukkan kebebasan, demokrasi, dan keterbukaan Taiwan," kata juru bicara kepresidenan, Xavier Chang.
Tawaran ini datang beberapa pekan setelah China mengumumkan penangguhan izin perjalanan solo ke Taiwan.
Taiwan mengalami penurunan kunjungan wisatawan secara drastis sejak Presiden Tsai, yang dikenal anti-China, menjabat sejak 3 tahun lalu. Partai Progresif Demokratik (DPP) selaku penguasa pemerintah menuduh China menggunakan pengetatan aturan berkunjung bagi warganya sebagai senjata untuk mengancam pemerintahan.
Editor: Anton Suhartono