Pria Korban Pemerkosaan: Saya Mau Reynhard Sinaga Menderita dan Membusuk di Neraka!
LONDON, iNews.id - Para pria korban pemerkosaan Reynhard Sinaga mengatakan mereka ingin Reynhard menderita atas apa yang sudah dia lakukan terhadap para korban.
Berdasarkan hukum Inggris, identitas korban pemerkosaan, termasuk nama, tidak boleh diungkap ke publik seumur hidup kecuali korban memutuskan membuka jati dirinya.
Korban-korban pemekosaan -semua adalah pria kulit putih Inggris berusia rata-rata 21 tahun- mengatakan mereka tak akan pernah melupakan saat polisi mendatangi mereka dan mengungkapkan apa yang terjadi pada mereka.
"Saya tidak akan melupakan hari ketika polisi mendatangi saya. Saya tidak tahu mengapa mereka perlu bertemu saya, namun saya bisa katakan bahwa saya merasa hancur saat mendengar bahwa saya adalah korban pemerkosaan setelah dibius dan tindak seksual itu difilmkan oleh seorang pria, yang sekarang saya tahu pelakunya adalah Sinaga," kata seorang korban pria dalam pernyataan kepada Kepolisian Manchester, seperti dilansir BBC, Selasa (7/1/2020).
Sejak awal persidangan, Reynhard Sinaga menolak dakwaan melakukan pemerkosaan dan mengatakan hubungan seksual itu dilakukan atas dasar suka sama suka.
"Saya seperti mati rasa, saya sangat terkejut, merasa dikhianati, sangat marah. Tindakannya menjijikkan, tak bisa dimaafkan. Dia secara masif menyalahgunakan kepercayaan saya terhadap manusia," kata korban lain kepada polisi dalam pernyataan yang diperoleh BBC News.
"Saya mengharapkan hal terburuk akan terjadi padanya. Saya ingin dia merasakan sakit dan penderitaan seperti yang saya rasakan. Dia menghancurkan satu bagian dari hidup saya," kata korban pria lain.
Korban pria lainnya mengatakan, "Saya ingat hari saat polisi mengontak saya, hari yang tidak akan pernah saya lupakan karena mengubah hidup saya selamanya."
Ada bukti film yang direkam sendiri oleh Reynhard, namun dia menyanggah membius korban.
Reynhard Sinaga dihukum seumur hidup oleh Pengadilan Manchester atas tindak pemerkosaan dan serangan seksual terhadap 48 korban pria dalam 159 kasus. Tindak kejahatan ini dilakukan selama rentang waktu sekitar dua setengah tahun.
Sebagian korban diperkosa berkali-kali oleh Reynhard.
Tindak perkosaan itu semua dilakukan di apartemennya di pusat Kota Manchester, yang menjadi tempat tinggalnya sejak 2011 sampai ditahan pada Juni 2017.
Di area seputar tempat tinggalnya, terdapat sejumlah klub malam, tempat anak-anak muda berkumpul sambil minum-minum.
Persidangan berlangsung dalam empat tahap, mulai Juni 2018 dan tiga tahap pada 2019. Namun Pengadilan Manchester baru mengizinkan pemberitaan setelah hukuman dijatuhkan untuk sidang tahap tiga dan empat pada Senin (6/1/2020).
Reynhard yang datang ke Inggris dengan visa mahasiswa pada 2007 itu, menyanggah membius korban dan tetap bersikukuh bahwa yang terjadi adalah hubungan seksual suka sama suka.
Reynhard bersikukuh tidak membius korban walaupun semua film -dengan durasi berjam-jam- yang merupakan hasil rekamannya sendiri menunjukkan para korban pria tampak tak berdaya; sebagian terdengar tidur mendengkur saat Reynhard melakukan aksinya.
Reynhard -yang memperoleh gelar sarjana dari fakultas teknik jurusan arsitektur di Indonesia pada 2006- juga bersikukuh bahwa para pria itu berpura-pura tak bergerak sedikit pun dan mereka setuju terlibat dalam permainan fantasi seksualnya.
'Perilaku predator'
Kepolisian mencurigai obat bius yang digunakan Reynhard adalah GHB - (gamma hydroxybutyrate) - obat yang dapat membuat korban tak sadarkan diri dan tertidur berjam-jam.
Obat ini menurut pakar forensik dan toksikologi yang dihadirkan di pengadilan, Dr Simon Elliott, selain memiliki efek membuat korban tak ingat dan tertidur pulas, juga mengendorkan tubuh.
Kondisi tubuh yang kendor memudahkan perkosaan melalui anus, menurut pakar.
Dalam persidangan, Reynhard juga menyatakan bahwa para korban pria yang mendekatinya dan bukan dia yang mencari sasaran di area seputar tempat tinggalnya.
Namun dalam rekaman CCTV yang diperoleh polisi, pria 36 tahun itu terlihat sering keluar apartemennya lewat tengah malam dan dalam satu kesempatan, dia kembali dengan seorang pria muda hanya dalam waktu 60 detik.
Polisi menyebut Reynhard memiliki "perilaku predator", sebagaimana dilaporkan oleh BBC News di Manchester.
Sidang Reynhard Sinaga berlangsung selama empat tahap sejak Juni 2018 dengan korban 48 orang pria.
Namun kepolisian Manchester mengatakan korban dapat mencapai 190 pria, termasuk 48 orang yang sudah dihadirkan sebagai saksi di pengadilan.
Polisi mengatakan korban dapat lebih banyak lagi karena Reynhard kemungkinan melakukan aksinya bahkan sebelum tinggal di apartemen di pusat Manchester pada 2011.
Polisi mengungkap para korban pemerkosaan ini melalui dua telepon genggam milik Reynhard yang disita, yang berisi rekaman film berjam-jam.
Satu telepon digunakan merekam pemerkosaan dari jarak jauh dan satu dari jarak dekat dan dilakukan di apartemennya, sebagian besar di lantai di kamar tidur dan ada juga di lantai ruang tamu.
Sejauh ini masih ada sekitar 70 korban yang belum diidentifikasi.
Stigma dan depresi menjadi korban pemerkosaan pria, merupakan salah satu faktor yang menyulitkan identifikasi korban, kata polisi.
Sebagian korban bahkan belum memberitahukan keluarga dekat atau pun teman. Sebagian korban juga menolak melihat film pemerkosaan yang direkam Reynhard.
Kepolisian Manchester Raya menyatakan, dari 48 korban yang kasusnya telah disidangkan, 45 di antaranya adalah heteroseksual dan tiga homoseksual. Dari puluhan korban ini, 26 orang adalah pelajar.
'Membusuk di neraka'
Reynhard datang ke Inggris dengan visa mahasiswa pada 2007 dan memperoleh dua gelar magister di Manchester dan tengah mengambil gelar doktor dari Universitas Leeds saat ditangkap pada 2017.
Reynhard Sinaga ditangkap pada Juni 2017 saat seorang korban yang telah diperkosa terbangun, dan langsung memukulnya sebelum kemudian menelepon polisi.
Dalam pernyataan kepada polisi, para korban Reynhard Sinaga ini juga menyatakan harapan agar Reynhard mendapat ganjaran seberat mungkin.
"Tak ada hukuman penjara yang setimpal dengan apa yang telah dia lakukan terhadap saya," kata seorang korban.
"Saya harap dia tidak pernah akan keluar dari penjara dan dia membusuk di neraka," kata korban lainnya.
Banyak korban yang mengatakan tindak pemerkosaan yang mereka alami menyebabkan mereka depresi dan sulit bangkit untuk menghadapi hidup.
"Saya ingin Sinaga mendapat ganjaran hukuman penjara selamanya karena perbuatan itu menyebabkan dampak besar. Tak hanya hidup saya namun juga teman-teman dan keluarga serta para korban lain," kata salah seorang korban.
Korban lain mengatakan, "Pelaku kejahatan telah mengambil satu bagian dari hidup saya yang tak mungkin saya peroleh kembali, dan dia pantas mendapatkan hukuman terberat."
Pernyataan yang dikutip polisi ini berasal dari korban-korban yang berbeda.
"Saya tidak pernah mengalami pengalaman seburuk ini dalam hidup saya dan saya tidak tahu bagaimana cara mengatasinya. Saya didiagnosis mengalami depresi parah dan diberi obat antidepresi. Saya juga mulai mengikuti konseling," cerita salah seorang korban.
"Serangan ini memiliki dampak serius terhdap kesehatan jiwa saya dan aspek hubungan sosial saya," kata yang lain.
Kepolisian Manchester menyediakan unit bantuan untuk para korban perkosaan ini.
Seorang korban menuturkan," "Saya sadar saya telah mendapatkan bantuan yang saya perlukan selama saya membutuhkannya. Saya ingin berterima kasih kepada polisi, mereka sangat membantu saya."
"Saya mendapatkan bantuan dari ISVA (Penasehat independent untuk Kekerasan Seksual/Independent Sexual Violence Advisor) dari St Mary's (Rumah sakit di Manchester) dan saya tidak dapat melalui ini tanpa bantuan itu. Ada saat di mana saya tak bisa bangkit dan menghadapi kenyataan ini," kata salah seorang korban lainnya.
Editor: Nathania Riris Michico