Pria Prancis Siarkan Livestreaming Detik-Detik Kematiannya
PARIS, iNews.id - Seorang pria Prancis berencana menyiarkan langsung detik-detik kematiannya di media sosial setelah permintaan eutanasia--suntik mati--ditolak Presiden Prancis, Emmanuel Macron.
Alain Cocq menderita kondisi langka yang menyebabkan dinding pembuluh nadinya saling menempel. Melalui laman Facebook-nya, Cocq mengatakan waktu hidupnya kurang dari seminggu lagi.
Dia secara khusus telah menuliskan permintaan kepada Presiden Emmanuel Macron untuk mengizinkan prosedur suntik mati yang memungkinkan dia mati dengan damai tanpa harus merasakan penderitaan. Tetapi Macron menolak permintaan tersebut berdasarkan aturan hukum di Prancis.
"Saya tidak dapat meminta siapa pun untuk melampaui kerangkan hukum kami saat ini. Keinginan Anda adalah meminta bantuan aktif dalam kematian yang saat ini tidak diizinkan di negara kami," demikian tulisan balasan dari Macron.
Untuk menunjukkan pada publik Prancis penderitaan yang disebabkan oleh undang-undang tersebut, Cocq mulai mempersiapkan kematiannya termasuk tidak lagi mengonsumsi makanan dan minum obat sejak Jumat (4/9) malam.
Dia juga mengumumkan akan menyiarkan secara langsung melalui Facebook hari-hari terakhirnya sebelum nyawanya hilang mulai Sabtu (5/9/2020) pagi waktu setempat.
Pria 52 tahun meyakini kondisi tubuhnya akan semakin memburuk dalam empat sampai lima hari ke depan lalu meninggal dunia.
"Jalan menuju pembebasan dimulai dan percayalah, saya bahagia," Tulis Alain di Facebook seperti dikutip dari AFP.
"Saya tahu hari-hari ke depan akan sulit tetapi saya telah membuat keputusan dan saya tenang," lanjutnya.
Cocq berharap aksinya itu akan dikenang dan menjadi pertimbangan bagi pemerintah Prancis mengubah aturan hukum terkait perminataan prosedur suntik mati.
Kasus menuntut hak mati dengan tenang dengan menggunakan zat kimia telah menjadi masalah emosional di Prancis.
Sebagian besar polarisasi terjadi pada kasus Vincent Lambert yang dibiarkan dalam keadaan vegetatif setelah kecelakaan lalu lintas pada 2008 dan meninggal dunia pada Juli tahun lalu mencabut alat bantu kehidupan setelah perjuangan hukum yang panjang.
Editor: Arif Budiwinarto