Profil Aung San Suu Kyi, Pemimpin Myamnar yang Digulingkan Militer
YANGON, iNews.id - Aung San Suu Kyi memimpin kemenangan partainya, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), dalam pemilihan umum (pemilu) pada 8 November 2020. Itu menjadi pemungutan suara kedua Myanmar sejak berakhirnya kekuasaan militer pada 2011.
Perempuan 75 tahun tersebut ditangkap terkait tuduhan kecurangan pemilu oleh militer, berujung pada penangkapannya serta pejabat lain, Senin (1/2/2021) dini hari.
Berikut profil sosok yang naik ke tampuk kekuasaan sejak 2015 itu sekaligus mendirikan pemerintahan sipil pertama di Myanmar dalam setengah abad.
Dikutip dari Reuters, Senin (1/2/2021), Suu Kyi merupakan putri pahlawan kemerdekaan Myanmar, Aung San, yang dibunuh ketika dirinya berusia 2 tahun. Perempuan yang lahir pada 19 Juni 1945 di Rangoon itu menghabiskan sebagian besar masa mudanya di luar negeri.
Pada 1964-1967 dia menempuh studi di St Hugh's College, University of Oxford dan meraih gelar BA dalam bidang filosofi, politik, dan ekonomi. Dalam masa pendidikan di sana, Suu Kyi bertemu akademisi Inggris, Michael Aris, yang kemudian menjadi suaminya. Mereka memiliki dua putra dan menetap di Oxford.
Pada 1988, Suu Kyi memutuskan kembali ke Yangon untuk merawat ibunya yang sakit parah. Dalam aktivitasnya, dia terseret dalam protes yang dipimpin mahasiswa terhadap kekuasan militer yang telah berkuasa sejak 1962.
Situs resmi Burma Campaign UK menyebutkan, pada 24 September 1988 sebuah partai pro-demokrasi baru, NLD, dibentuk. Suu Kyi diangkat sebagai Sekretaris Jenderal seraya menyerukan kebebasan dan demokrasi.
Suu Kyi kemudian dikenal sebagai pembicara publik yang andal. Namanya bersinar dan menjadi kandidat pemimpin gerakan protes, namun kemudian dibubarkan paksa. Para pemimpin gerakan itu terbunuh dan dipenjara, dan Suu Kyi menjadi tahanan rumah di kediaman keluarganya.
Dia akhirnya membuat keputusan tetap berada di Myanmar dalam memimpin kampanye demokrasi. Meskipun militer sempat membebaskannya membolehkan pergi, Suu Kyi khawatir tidak akan diizinkan kembali.
Hadiah Nobel Perdamaian diraihnya pada 1991. Namun dia tak bisa mengambilnya secara langsung, melainkan diwakilkan putra tertuanya, Alexander Aris. Pada Agustus 2011, Suu Kyi mengadakan pertemuan pertamanya dengan Presiden Myanmar Thein Sein.
Dalam kemenangan NLD pada 2015, Suu Kyi mulai berkuasa dan berniat mengakhiri perang saudara, mengumpulkan investasi asing, dan mengurangi peran tentara dalam politik. Dia juga berjanji kepada sekutu Barat untuk mengatasi penderitaan muslim Rohingya, membentuk komisi penasihat yang dipimpin oleh mantan Sekjen PBB, Kofi Annan.
Sehari setelah laporan Annan dirilis pada Agustus 2017, yang menyarankan perubahan besar-besaran, militan Rohingya menyerang pasukan keamanan di negara bagian Rakhine. Militer Myanmar melakukan tindakan tegas berujung pada pembakaran ratusan desa dan pembunuhan. Komisoner Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) PBB menyebutnya sebagai genosida.
Dalam insiden itu, Suu Kyi membela militer. Dia menuding ada aksi ‘teroris’ yang tak banyak dilihat publik.
Tahun lalu, Suu Kyi pergi ke Mahkamah Militer (ICJ) di Den Haag, Belanda, untuk mewakili pemerintah Myanmar dalam sidang tuduhan genosida yang dilaporkan Gambia.
Dia membantah adanya genosida meski mengakui adanya kejahatan perang.
Pada 2020, survei oleh pengawas pemilu Myanmar mengungkap, 79 persen orang percaya pada Suu Kyi, naik dari 70 persen pada tahun sebelumnya. Dia disebut sebagai sosok yang masih dicintai rakyatnya hingga kini.
Kini perjalanan politiknya mendapat cobaan dengan kudeta oleh militer. Pemerintahan Myanmar kini diambil alih Panglima Angkatan Bersenjata Ming Aung Hlaing.
Editor: Anton Suhartono