Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Masih Kaji Dukungan untuk Anies di Pilgub Jakarta, NasDem: Tak Ingin Kawin Paksa
Advertisement . Scroll to see content

Pungut Biaya ke Para Korban Kawin Paksa, Kemlu Inggris Dikecam

Senin, 07 Januari 2019 - 09:25:00 WIB
Pungut Biaya ke Para Korban Kawin Paksa, Kemlu Inggris Dikecam
Kantor Kementrian Luar Negeri Inggris. (Foto: AFP/Getty Images)
Advertisement . Scroll to see content

LONDON, iNews.id - Warga Inggris yang menjadi korban kawin paksa di luar negeri dilaporkan dipungut biaya oleh kementerian Luar Negeri. Biaya itu untuk mengganti ongkos yang dipakai untuk membebaskan mereka.

Kasus ini terungkap lewat penyelidikan yang dilakukan Times, yang menemukan bahwa para korban yang tidak mampu mengganti biaya penerbangan, makanan dan penampungan, diperintahkan untuk mengisi formulir skema pinjaman.

Para anggota parlemen mengecam praktik itu sebagai sesuatu yang mengguncangkan dan tidak bermoral.

Menteri Luar Negeri Jeremy Hunt mengatakan masalah ini harus diselidiki dan semua pejabat Inggris di luar negeri harus bertindak dengan kemanusiaan.

Menurut laporan Times, para korban kawin paksa Inggris yang meminta bantuan ke luar negeri mendapat pemberitahuan tentang keharusan penggantian biaya tersebut.

Pejabat kementerian Luar Negeri Inggris akan membantu mereka mengakses dana mereka sendiri, dan menghubungi teman, keluarga atau organisasi yang dapat membantu mereka.

Namun, jika mereka tidak bisa mengumpulkan uang itu, mereka diminta menandatangani perjanjian pinjaman darurat sebelum kembali ke Inggris.

Times mengonfirmasi, antara 2016 dan 2017, ada 82 orang yang dipulangkan dengan bantuan lembaga pemerintah yang menangani kawin paksa, Forced Marriage Unit. Sebanyak 12 orang di antaranya dikenakan skema pinjaman itu.

Selain itu, lewat Freedom of Information,Times juga mengungkap adanya skema pinjaman dari Kementerian Luar Negeri sebesar 7.765 poundsterlinf atau Rp140 juta kepada setidaknya delapan korban kawin paksa dalam dua tahun terakhir.

Sekitar 3.000 poundsterling atau Rp54 juta sudah lunas, namun sisanya sebesar 4.500 poundsterling atau Rp81 juta masih belum dilunasi.

Para korban yang dibantu pada tahun lalu dilaporkan terdiri tujuh perempuan yang ditemukan dipenjara di lembaga pemasyarakatan di Somalia.

Empat orang diantaranya yang dikenakan biaya sebesar 740 poundsterling atau Rp13 juta, mengatakan kepada Times, kewajiban itu membuat mereka baerada dalam situasi keuangan yang sulit.

Menurut syarat dan ketentuan yang ditetapkan kementerian Luar Negeri, mereka akan dikenakan denda sebesar 10 persen jika pinjaman tidak dibayar dalam waktu enam bulan.

Namun, kementerian menyatakan skema pinjaman itu lebih murah ketimbang opsi komersial. Terlebih, mereka dapat mengangsurnya hingga serendah-rendahnya sebesar 5 poundsterling atau Rp90 ribu per pekan.

Pungutan tersebut pertama kali terungkap dua tahun lalu setelah sebuah kelompok kampanye, Muslim Women's NetworkUK (MWNUK), mengungkapkan remaja yang menghadapi pernikahan paksa dipungut bayaran oleh kantor Kemlu untuk bantuan yang mereka terima.

Sesudah itu kewajiban penggantian untuk remaja 16 dan 17 tahun diakhiri, tetapi tetap berlaku untuk mereka yang berusia lebih dari 18 tahun.

"Jika pemerintah mengatakan kawin paksa melanggar hukum, maka mereka tidak membantu para korban untuk mengungkapkannya jika mereka kemudian menuntut uang pengganti atas bantuan yang diberikan," kata Shaista Gohir dari MWNUK.

"Saya benar-benar terkejut dengan kejadian ini. Pernikahan paksa adalah perbudakan. Orang-orang di pemerintahan yang meminta bayaran kepada korban yang ingin dibebaskan, tidak bermoral. Para menteri perlu mengatasi ini dengan cepat," kata Yvette Cooper, ketua Komite Urusan Dalam Negeri Inggris.

Saat masih menjabat menteri dalam negeri, Theresa May yang kini menjabat sebagai perdana menteri, pada 2014 mempelopori undang-undang untuk memberantas pernikahan paksa. Dan pada Agustus lalu, Menteri Dalam Negeri saat ini, Sajid Javid, bersumpah untuk memerangi pernikahan paksa dan membantu korban.

Menteri Dalam Negeri Sajid Javid mengatakan, kantor Kementerian Luar Negeri dan Dalam Negeri mengeluarkan biaya dalam jumlah luar biasa untuk memerangi pernikahan paksa.

"Dengan adanya kabar ini, ada sesuatu lagi yang harus kita fokuskan dan pastikan kita melakukan semua yang kita bisa," katanya.

Editor: Nathania Riris Michico

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut