Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Tragis! Kebakaran Panti Jompo, 12 Lansia Tewas karena Tak Bisa Berjalan
Advertisement . Scroll to see content
Advertisement . Scroll to see content

SARAJEVO, iNews.id - Ratusan imigran dan pengungsi yang terjebak di kamp sementara di hutan Bosnia tengah berjuang bertahan hidup dalam suhu di bawah nol, saat salju turun di atas tenda mereka. Kondisi ini memunculkan ketakutan bahwa beberapa orang mungkin akan tewas jika mereka ditempatkan kembali ke kamp tersebut.

Seorang utusan senior hak asasi manusia yang mengunjungi kamp itu menuntut agar kamp tersebut ditutup segera, meskipun seorang menteri pemeritah Bosnia mengatakan perlu waktu hingga satu bulan untuk memindahkan para pengungsi ke lokasi yang lebih aman.

"Vucjak harus ditutup hari ini," kata Dunja Mijatovic, komisaris hak asasi manusia di Dewan Eropa, merujuk pada lokasi kamp, seperti dilaporkan Reuters, Rabu (4/12/2019).

"Kalau tidak, orang-orang di sini akan mulai mati," katra dia memperingatkan.

Mijatovic menyebut, sebagai warga negara Bosnia yang negaranya menghasilkan arus pengungsi sendiri selama perang yang menghancurkan Yugoslavia pada 1990-an, dia "malu" dengan kondisi di kamp. Menurutnya, kamp itu bukan untuk manusia.

Badan-badan bantuan sejak lama mendesak pihak berwenang menutup kamp, ​​yang kekurangan air dan listrik. Hutan dipenuhi dengan ranjau darat yang tersisa dari perang 1990-an.

Menteri Keamanan Bosnia, Dragan Mektic, mengatakan para imigran akan dipindahkan ke lokasi dekat ibu kota Sarajevo bulan depan.

Sampai saat itu, kepala Palang Merah dari kota terdekat Bihac Selam Midzic mengatakan, para imigran harus menanggung dingin yang membeku dan banyak yang akan jatuh sakit. Palang Merah merupakan satu-satunya organisasi yang menyediakan makanan dan obat-obatan untuk para migran.

"Manusia adalah manusia, bukan binatang," kata Mauloddin (24), seorang warga Afghanistan yang berangkat ke Eropa 3,5 tahun yang lalu.

"Anda lihat, cuaca sangat dingin, tidak bisa tidur, tidak ada makanan," imbuhnya.

Mauloddin adalah satu di antara sekitar 600 imigran dari Timur Tengah dan Asia yang terjebak di kamp di Vucjak. Beberapa dari imigran itu tidak memiliki pakaian hangat dan dibungkus selimut, beberapa bahkan harus menembus salju dan lumpur dengan sandal jepit untuk mengumpulkan kayu bakar.

Mengomentari masalah mereka, Rezwanullay Niazy, seorang warga Afghanistan berusia 24 tahun, mengatakan: "Kami menghabiskan semua uang kami. Kami mendekati Eropa, dan sekarang mereka menutup perbatasan Kroasia dan Slovenia. Ketika kami pergi ke sana, mereka menyerang kami, mereka memukul kami."

Kelompok-kelompok hak asasi manusia menuduh polisi Kroasia menggunakan kekerasan untuk mendorong para imigran kembali ke perbatasan Bosnia, sebuah tuduhan yang dibantah oleh otoritas Kroasia.

"Mereka (orang Eropa) benar-benar tidak ingin pengungsi datang ke negara mereka," kata Niazy.

Editor: Nathania Riris Michico

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut