MOSKOW, iNews.id – Pasokan gas dari Rusia ke Eropa lewat jaringan pipa Nord Stream 1 kembali terhenti. Moskow menanganggap hal itu sebagai buah dari kebijakan Eropa sendiri.
Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov mengatakan, sanksi yang dijatuhkan Eropalah yang menyebabkan ditangguhkannya pengiriman gas Rusia ke benua itu.
Polandia Kerahkan Jet Tempur saat Rusia Serbu Ukraina
“Kita semua tahu tentang sanksi Inggris terhadap negara kami. Tanpa jaminan hukum yang tepat bahwa sanksi ini tidak akan diperpanjang, tidak mungkin melakukan manipulasi dengan mereka,” kata Peskov kepada wartawan, Rabu (31/8/2022).
“Artinya, Eropa membawa situasi ini ke puncak, yaitu berbagai sanksi dari mereka sendiri,” ujar jubir Pemerintah Rusia itu lagi.
Tekanan Pipa Gas Rusia ke Eropa Naik Tajam tanpa Pemberitahuan, Ukraina: Itu Berbahaya!
Raksasa energi Rusia, Gazprom, pada hari ini menyatakan bahwa pengiriman gas melalui pipa Nord Stream 1 telah sepenuhnya dihentikan. Penghentian itu karena adanya pekerjaan pemeliharaan terjadwal di stasiun kompresor Portovaya.
Rusia menilai pemberlakuan sanksi oleh Barat telah menghambat pengembalian dan pemasangan peralatan pipa Nord Stream 1. Sebagai dampaknya, Rusia harus memangkas pasokan gas melalui pipa itu menjadi 40 persen dari total kapasitas pada Juni dan turun lagi menjadi 20 persen pada Juli.
Pakar Energi: Uni Eropa Tak Akan Sanggup Ganti Pasokan Gas Rusia
Negara-negara Eropa khawatir Rusia bakal memperpanjang penghentian pasokan sebagai balasan atas sanksi bertubi-tubi yang dijatuhkan terkait agresi militer Moskow ke Ukraina. Uni Eropa juga menuduh Rusia menjadikan energi sebagai senjata perang menghadapi Barat.
Kanada Akhirnya Kembalikan Turbin Gas Rusia, Ukraina Kecewa
Namun, Rusia berkali-kali membantah tuduhan itu dengan alasan ada kendala teknis yang menyebabkan pasokan harus dikurangi atau dihentikan sepenuhnya.
Jika pembatasan gas oleh Rusia terus berlanjut, itu dapat memperdalam krisis energi di Eropa. Gejala krisis yang paling kentara adalah lonjakan harga gas eceran yang mencapai 400 persen sejak Agustus lalu.
Kondisi tersebut sangat berdampak pada penggunaan rumah tangga dan bisnis. Pemerintah mesti mengeluarkan uang hingga miliaran dolar untuk meringankan beban masyarakat.
Editor: Ahmad Islamy Jamil
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku