Rusia Tak Takut Diancam Trump: Kami Bukan Israel!
MOSKOW, iNews.id - Ancaman terbaru dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap Rusia memicu respons tajam dari Moskow. Tak seperti negara lain yang kerap mengalah di bawah tekanan Washington, Rusia menegaskan bahwa mereka tidak akan tunduk pada ultimatum apa pun, termasuk dari Trump sendiri.
Ancaman Trump datang dalam bentuk ultimatum yang diberi batas waktu ketat. Ia memberi waktu hanya 10–12 hari kepada Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menyepakati gencatan senjata dengan Ukraina.
Jika tidak, AS akan menjatuhkan sanksi ekonomi berat dan tarif 100 persen kepada negara-negara yang masih mengimpor minyak dari Rusia. Sebuah langkah yang disebutnya sebagai “pesan perdamaian dengan kekuatan.”
Namun, Rusia tidak tinggal diam. Dmitry Medvedev, mantan presiden sekaligus Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, menyebut langkah Trump sebagai permainan berbahaya yang bisa mengarah pada konflik langsung dengan AS sendiri.
“Trump sedang memainkan permainan ultimatum. Tapi dia harus ingat: Rusia bukanlah Israel atau bahkan Iran. Kami tidak tunduk pada ancaman,” tegas Medvedev di platform X, Selasa (29/7/2025).
Pernyataan Medvedev ini mengandung sindiran keras. Israel, meskipun kuat secara militer, kerap menjadi sekutu dekat AS dan tidak jarang menyesuaikan kebijakannya di bawah tekanan Washington.
Begitu pula Iran, yang walau sering membangkang, tetap menjadi sasaran sanksi berat dan negosiasi berulang. Namun, Rusia menganggap dirinya berada di kelas yang berbeda, negara besar dengan kapasitas militer dan ekonomi yang mampu menahan tekanan Barat.
Ancaman Bisa Jadi Bumerang bagi AS
Menurut Medvedev, ultimatum Trump tak hanya berbahaya bagi hubungan bilateral, tapi juga berpotensi menjadi bumerang yang menyeret AS ke dalam konflik lebih luas.
“Setiap ultimatum baru adalah ancaman dan langkah menuju perang. Bukan hanya antara Rusia dan Ukraina, tapi bisa melibatkan AS sendiri,” ucapnya.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Moskow siap menghadapi tekanan ekonomi maupun politik dari Washington, sekalipun datang langsung dari pemimpin AS yang dikenal dengan pendekatan keras dan tanpa kompromi seperti Trump.
Ukraina Sambut Dukungan Trump
Sementara itu, dari pihak Ukraina, ancaman Trump disambut dengan penuh harapan. Kepala Staf Presiden Zelensky, Andriy Yermak, menyatakan bahwa sikap tegas Trump menunjukkan komitmen untuk membawa perdamaian.
“Trump menyampaikan pesan yang jelas. Ini tentang perdamaian yang didorong oleh kekuatan,” ujarnya.
Namun, dari sudut pandang Rusia, pendekatan Trump ini justru semakin memperkeruh upaya diplomasi. Alih-alih menjadi jembatan perdamaian, ultimatum tersebut dianggap sebagai tekanan sepihak yang menutup ruang dialog.
Rusia Siap Hadapi Sanksi
Rusia selama ini telah bertahan di tengah embargo ekonomi Barat sejak 2014. Negara itu berhasil mengalihkan sebagian besar perdagangan dan pasokan energinya ke Asia, termasuk China dan India.
Dengan ketahanan tersebut, ancaman sanksi baru dari Trump dianggap bukan sebagai pukulan mematikan, melainkan bagian dari tekanan politik yang sudah biasa dihadapi Kremlin.
Bahkan, Medvedev mengisyaratkan bahwa Trump sedang menciptakan musuh baru di tengah gejolak politik internal AS sendiri.
“Jangan terjebak dalam situasi 'Sleepy Joe' yang baru,” katanya, merujuk pada ejekan Trump terhadap Presiden Joe Biden.
Editor: Anton Suhartono