Sawit Malaysia-Indonesia Diboikot, Ini Ancaman Mahathir ke Uni Eropa
KUALA LUMPUR, iNews.id - Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengancam tidak akan membeli jet-jet tempur baru dari negara-negara Uni Eropa (UE) sebagai pembalasan karena memboikot minyak kelapa sawit Malaysia dan Indonesia. Jet-jet tempur China akan menjadi gantinya.
Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia, sedangkan Malaysia di urutan kedua. Kedua negara baru-baru ini mengancam akan menentang rencana Uni Eropa untuk menghentikan penggunaan biofuel di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Malaysia bersama Indonesia berselisih dengan anggota parlemen Uni Eropa atas budidaya tanaman tersebut, yang dianggap menyebabkan deforestasi dan perusakan satwa liar.
Dalam pernyataannya yang paling kuat, Mahathir menyebut negaranya dapat mencari negara lain untuk meningkatkan armada Angkatan Udara-nya yang selama ini disokong pesawat jet tempur MiG-29 Rusia.
Mahathir mengancam akan membatalkan rencana membeli jet tempur Rafale Prancis atau Typhoon Eurofighter.
"Jika mereka terus mengambil tindakan terhadap kami, kami akan berpikir untuk membeli pesawat terbang dari China atau negara lain," katanya, seperti dilaporkan Bernama, Senin (25/3/2019).
Namun, Mahathir menegaskan bahwa dia tidak "menyatakan perang" terhadap Uni Eropa, karena negaranya membutuhkan barang-barang dari blok tersebut. Banyak anggota Uni Eropa merupakan mitra dagang utama Malaysia.
Pernyataan Mahathir muncul menjelang pameran pertahanan internasional lima hari yang dimulai pada Senin (25/3) di pulau resor Langkawi, tempat perwakilan produsen senjata global berkumpul.
Setiap pembatasan minyak sawit oleh Uni Eropa dapat secara serius melukai petani yang mewakili basis pemilih penting di Malaysia dan Indonesia.
Kedua negara berjuang ini berjuang memacu permintaan minyak kelapa sawit, yang digunakan dalam segala hal mulai dari sabun hingga cokelat.
Anggota parlemen Prancis baru-baru ini memilih untuk menghapus minyak kelapa sawit dari skema biofuel negara itu mulai tahun depan.
Editor: Nathania Riris Michico