Sejarah Perluasan Masjidil Haram, dari Kekhalifahan Abbasiyah hingga Raja Salman
MAKKAH, iNews.id - Sejarah perluasan Masjidil Haram menarik untuk diketahui. Tempat paling suci bagi umat Islam yang berada di Kota Makkah, Arab Saudi, ini tak pernah sepi, selalu didatangi jemaah dari penjuru dunia, baik untuk melaksanakan umrah maupun haji.
Tak heran jika otoritas Saudi dari masa ke masa selalu membenahi Masjidil Haram sehingga bisa menampung dan melayani lebih banyak jemaah. Untuk haji saja, sekitar 2 juta jemaah dari dalam maupun luar negeri memadati Makkah, termasuk Masjidil Haram. Sementara selama Ramadhan 1445 H lalu, Masjidil Haram dipadati 30 juta lebih jemaah.
Selama berabad-abad, umat Islam di seluruh dunia dipersatukan oleh iman sehingga berkumpul di Tanah Suci. Terlepas dari perbedaan bahasa, etnis, atau latar belakang, mereka melakukan perjalanan mulia dengan biaya besar untuk beribadah di Masjidil Haram.
Sepanjang sejarah, tanggung jawab merawat Masjidil Haram berada di tangan umat Islam. Tentu saja statusnya yang dihormati memerlukan perhatian terus-menerus. Dari masa ke masa Masjidil Haram mengalami perluasan karena jumlah jemaah yang datang terus bertambah.
Warisan penjagaan ini berlanjut hingga hari ini, memastikan bahwa Masjidil Haram menyambut semua umat Islam yang ingin dilayani dengan kenyamanan dan keamanan.
Masjidil Haram mengalami beberapa kali perluasan selama beberapa abad. Mulanya Masjidil Haram merupakan bangunan sederhana di Kota Makkah sebelum datangnya Islam, yakni hanya seluas 1.490 meter persegi.
Fawaz Al Dahas, mantan direktur Pusat Sejarah Makkah, menjelaskan secara rinci proyek perluasan Masjidil Haram dalam bukunya "Hajj Through the Ages" atau Haji Melintasi Abad. Luas masjid relatif tidak berubah hingga masa kepemimpinan Khalifah Abu Bakar As Siddiq.
Penguasa berikutnya, termasuk Khalifah Abbasiyah Al Mu'tadid dan Al Muqtadir Billah, melakukan perluasan lebih lanjut, sehingga total luas masjid tersebut mencapai 27.850 meter persegi sebelum berdirinya negara Arab Saudi pada 1343 H.
Kedatangan Raja Abdulaziz di Makkah pada 1343 H atau 1924 M menandai titik balik Masjidil Haram. Sebagaimana tercatat dalam buku 'The Past and Present of Hijaz' atau Masa Lalu dan Masa Kini Hijaz, babak baru pengembangan Masjidi Haram dimulai.
Raja Abdulaziz mengungkapkan komitmen tersebut dalam khotbahnya yang terkenal yang didokumentasikan dalam sebuah buku 'The Peninsula during the Era of King Abdulaziz' atau Semenanjung Selama Era Raja Abdulaziz.
“Dengan kekuasaan dan kekuatan Allah, saya membawa kabar baik bahwa Masjidil Haram sedang menuju kemajuan, kebaikan, keamanan, dan kenyamanan. Saya akan melakukan yang terbaik untuk mengamankan Tanah Suci dan memberikan kenyamanan dan ketenangan kepadanya," kata Raja.
Setelah kedatangan Raja Abdulaziz, jumlah jemaah meningkat dari sekitar 90.662 pada 1345 H menjadi 232.971 pada 1374 H atau setahun setelah wafat.
Menandai babak baru, perluasan Masjidil Haram pertama dimulai pada 1375 H. Proyek ambisius ini memperkenalkan tiga lantai, yakni basement, lantai dasar, dan lantai pertama. Selain itu, Ma’saa atau tempat sa'i dibangun 2 lantai, Mataf (area tawaf di sekitar Ka’bah) diperluas, dan Sumur Zamzam dipindah ke basement.
Pada 1398 H, Mataf diperluas hingga bentuknya seperti saat ini . Marmer tahan panas yang diimpor dari Yunani menghiasi lantai, menambah kenyamanan jemaah.
Perluasan ini juga melibatkan relokasi mimbar dan makbariyah (platform atau tribun yang ditinggikan di masjid tempat muazin), memperluas ruang bawah tanah Sumur Zamzam dengan pintu masuk di dekat tepi masjid menghadap Ma'saa, memasang keran untuk memudahkan akses terhadap air minum.
Kemudian pada 1406 H, lantai yang termasuk dalam perluasan pertama di Saudi dilapisi marmer yang sejuk dan tahan panas, sehingga semakin meningkatkan kenyamanan jemaah.
Dedikasi melayani jamaah haji dilanjutkan dengan peletakan batu pertama ekspansi yang kedua pada 1409 H dan selesai pada 1411 H. Fase ini mencakup halaman luas di sekitar masjid, dilapisi marmer tahan panas dan sejuk, diberi lampu penerangan, dan dilengkapi peralatan tambahan untuk ruang shalat. Halaman-halaman ini mencakup area seluas 88.000 meter persegi.
Peningkatan lebih lanjut menyusul. Pada 1415 H, area Safa di lantai satu diperluas untuk memperlancar arus jemaah yang melakukan sa'i, berlari kecil antara bukit Safa dan Marwa. Tiga tahun kemudian, tepatnya pada 1418 H, dibangunlah Jembatan Al Raqubah yang menghubungkan atap Masjidil Haram dengan kawasan Al Raqubah sehingga memudahkan akses keluar masuk atap.
Perluasan paling signifikan dalam sejarah Masjidil Haram terjadi pada 1432 H. Proyek ambisius ini secara signifikan meningkatkan kapasitas masjid untuk menampung 1,85 juta jemaah. Perluasan tersebut termasuk melipatgandakan kapasitas Mataf sehingga memungkinkan 150.000 orang melakukan Tawaf setiap jam. Perluasan ini mencakup sistem suara, pencahayaan, dan pendingin udara yang canggih.
Mengikuti tradisi pendahulunya, Penjaga Dua Masjid Suci Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud mengantarkan era baru perluasan Masjidil Haram dengan diresmikannya lima proyek besar pada 1436 H. Proyek-proyek itu termasuk perluasan bangunan utama, alun-alun tambahan, terowongan pejalan kaki, dan jalan lingkar baru. Komitmen terhadap perbaikan tercermin dari semakin banyaknya jemaah yang mengunjungi Masjidil Haram.
Data Badan Umum Statistik Arab Saudi mengungkap, sejak sensus dimulai pada 1390 H, lebih dari 100 juta jemaah menunaikan ibadah haji dan umrah hingga tahun 1444 H.
Editor: Anton Suhartono