Singapura Sahkan UU Anti-Berita Palsu, Apa Dampaknya?
SINGAPURA, iNews.id - Singapura mengesahkan undang-undang anti-berita palsu yang kontroversial, Rabu (8/5/2019). Penegak hukum kini punya kewenangan untuk menghapus platform media sosial, bahkan kelompok obrolan di layanan pesan singkat, sebagai tindakan tegas.
Pemerintah juga bisa memaksa platform media sosial dan layan pesan singkat untuk menghapus konten yang dianggap sebagai pernyataan palsu yang bertentangan dengan kepentingan publik serta membuat koreksi.
RUU itu disahkan dengan dalih untuk melindungi masyarakat dari peredaran berita palsu. Namun para kritikus mengatakan aturan ini merupakan ancaman serius bagi kebebasan.
Tidak jelas bagaimana aturan itu diberlakukan, misalnya mengatur konten dalam aplikasi yang sudah dienkripsi seperti WhatsApp.
RUU Perlindungan dari Berita Palsu dan Manipulasi Online disahkan oleh anggota parlemen dan diberlakukan dalam beberapa pekan mendatang.
Menanggapi respons negati soal pembatasan berpendapat, pemerintah menegaskan UU tersebut tidak akan digunakan untuk menargetkan opini, namun berita hoaks yang terbukti merusak.
"Kebebasan berbicara tidak boleh dipengaruhi oleh UU ini," kata Menteri Hukum K Shanmugam, kepada parlemen, seperti dikutip dari BBC, Kamis (9/5/2019).
Ini melarang penyebaran berita palsu yang menurut pemerintah bertentangan dengan kepentingan umum. Seseorang yang terbukti melanggar di Singapura dapat didenda berat dan/atau dipenjara hingga 5 tahun.
Aturan juga melarang penggunaan akun palsu atau bot untuk menyebarkan berita palsu. Bagi pelanggarnya akan diganjar hukuman denda hingga 1 juta dolar Singapura dan penjara hingga 10 tahun.
Selain platform media sosial dan layanan pesan singkat, UU ini juga diterapkan portal berita. Mereka akan diganjar hukuman jika tidak mematuhi perintah untuk menghapus konten hoaks atau membuat koreksi.
Editor: Anton Suhartono