Singapura Tawarkan Ribuan Warganya Vaksin Sinovac untuk Dosis Kedua, Kenapa?
SINGAPURA, iNews.id - Tidak semua warga Singapura ternyata cocok dengan vaksin Covid-19 yang disediakan pemerintah untuk program imunisasi nasional, yakni Pfizer dan Moderna. Sekitar 3.600 warga Singapura yang sudah mendapatkan dosis pertama vaksin mRNA tersebut mengalami alergi.
Pemerintah Singapura menawarkan kepada 3.600 warga tersebut untuk mendapatkan suntikan dosis berikutnya menggunakan Sinovac yang memiliki cara kerja berbeda.
Vaksinasi menggunakan Sinovac ini juga dalam rangka mengetahui efek kekebalan kepada pengguna setelah mendapatkan dua jenis vaksin Covid berbeda.
Dilaporkan The Straits Times, Jumat (2/7/2021), lebih dari 1.400 menunjukkan minat mengikuti program tersebut.
"Kami akan bekerja sama dengan Pusat Nasional untuk Penyakit Menular, menindaklanjuti sub-kelompok dari orang-orang ini yang telah mendapatkan vaksin mRNA, untuk mendapatkan vaksin Sinovac-CoronaVac, di bawah studi penelitian tentang respons imun vaksin Covid-19," ujar juru bicara.
Sinovac bukan bagian program vaksinasi nasional Singapura, namun tetap mendatangkannya. Vaksin ini disebar di klinik swasta melalui Rute Akses Khusus dan warga bisa mendapatkannya dengan mengeluarkan kocek sendiri. Namun mereka yang mengikuti program pemerintah untuk pengujian ini akan mendapatkannya gratis.
Pihak berwenang memberikan persetujuan terhadap Sinovac pada Juni untuk digunakan oleh 24 klinik swasta.
Selama 2 pekan terakhir, klinik dibanjiri peminat Sinovac. Padahal pihak berwenang sudah menegaskan efektivitas Sinovac tergolong rendah dalam mencegah infeksi, berdasarkan uji klinis di negara lain.
Kementerian menyatakan warga yang memiliki reaksi alergi terhadap vaksin Pfizer dan Moderna bisa mendapatkan Sinovac melalui program khusus. Suntikan akan dilakukan di rumah sakit umum agar bisa dipantau secara dekat jika terjadi efek samping.
Warga yang mengalami alergi setelah mendapatkan dosis pertama vaksin mRNA harus menunggu vaksin non-mRNA yang saat ini masih dalam pengkajian kementerian kesehatan.
Editor: Anton Suhartono