Taiwan Hentikan Operasi 140 Jet F-16 Buatan AS di Tengah Tingginya Provokasi China
TAIPEI, iNews.id - Militer Taiwan telah menghentikan seluruh armada jet tempur F-16 buatan Amerika Serikat yang berjumlah 140 pesawat. Keputusan tersebut diambil setelah salah satu pesawat jatuh saat misi latihan, Selasa (17/11/2020) kemarin.
Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan F-16 satu kursi menghilang dari layar radar di atas Samudera Pasifik hanya dua menit setelah lepas landas dari Pangkalan Udara Hualien, di pantai timur Taiwan pukul 18.05 waktu setempat.
Sampai berita ini diturunkan, angkatan laut Taiwan masih melakukan operasi pencarian pilot jet tempur nahas tersebut, Kolonel Chiang Cheng-chih. Belum ada keterangan mengenai permulaan investigas atas insiden tersebut.
CNN melaporkan, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengatakan pada Rabu (18/11/2020) pagi bahwa semua armada jet tempur F-16 di negara itu akan dilarang terbang menunggu hasil penyelidikan.
Jet tempur F-16 bikinan AS mewakili sekitar setengah dari armada tempur Taiwan. Dalam beberapa bulan terakhir, militer Taiwan menerbangkan F-16 dalam operasi pencegatan jet tempur Tentara Pembebasa Rakyat (PLA) China yang berulang kali memasuki zona identifikasi pertahanan udara negara pulau itu.
China mengklaim kedaulatan penuh atas Taiwan, meskipun kedua belah pihak telah diperintah secara terpisah sejak berakhirnya perang saudara pada tahun 1949.
Bulan lalu menteri pertahanan Taiwan mengatakan telah menghabiskan dana hampir 900 juta dolar AS tahun ini untuk memperkuat armada jet tempur guna melawan serangan China.
Meskipun ada larangan terbang jet F-16, Tsai mengatakan pasukan Taiwan akan tetap siap untuk mempertahankan pulau itu.
"Tugas kesiapan pertahanan dan tempur tidak boleh sedikitpun dikendurkan untuk menjamin keamanan nasional," ujarnya.
Taipei ingin menambahkan model yang lebih baru serta peningkatan ke armada udaranya. Pada bulan Agustus, mereka menyelesaikan pembelian 66 jet tempur F-16 baru dari Washington dalam paket penjualan senjata AS terbesar ke Taiwan dalam beberapa tahun.
Editor: Arif Budiwinarto