Tak Ada Work Life Balance, Lowongan PNS di Jepang Kurang Diminati Anak Muda

TOKYO, iNews.id - Lulusan universitas ternama di Jepang semakin enggan berkarier menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Alasan utamanya diduga karena jam kerja yang tidak jelas dan budaya lembur di lingkungan birokrat Jepang.

Melansir dari Asahi Shimbun, Minggu (29/10/2023), Otoritas Kepegawaian Nasional menyebut banyak mahasiswa khawatir karier pegawai negeri akan menyulitkan mereka dalam membesarkan anak dan mempunyai work life balance.

4 Alasan Perang Nuklir Makin Nyata sejak Puncak Perang Dingin

Menurut survei pada tahun 2020 yang dilakukan oleh Sekretariat Kabinet, lebih dari 30 persen birokrat berusia 20-an yang menjalani karier mencatat setidaknya 80 jam lembur dalam sebulan. Banyak dari mereka juga bekerja lembur tanpa dibayar.

Meskipun perusahaan swasta secara ketat mengatur jam kerja karyawannya sesuai dengan reformasi gaya kerja pemerintah, kesenjangan jam kerja antara sektor publik dan swasta semakin melebar. Ujian rekrutmen birokrat diadakan pada musim semi dan musim gugur setiap tahunnya.

Korsel Tahan Kapal Nelayan di Laut Jepang, Bawa 4 Warga Korut Diduga Mau Membelot ke Seoul

Badan Kepegawaian tahun ini menurunkan batas usia pelamar dari 20 menjadi 19 tahun untuk ujian musim gugur, sehingga memungkinkan mahasiswa tahun kedua untuk mengikuti ujian tersebut. Langkah ini dirancang untuk melawan perusahaan swasta yang mencoba merekrut siswa berbakat jauh sebelum mereka lulus.

Jumlah pelamar ujian musim gugur tahun ini meningkat lebih dari 1.000 dibandingkan ujian musim gugur tahun lalu. Namun, jumlah total pelamar ujian musim semi dan musim gugur tetap setara dengan tahun 2022.

Langka! Guru Olahraga Ini Bisa Bawa Klub JLeague 2 Promosi ke Kasta Tertinggi Liga Jepang

“Jenis mahasiswa yang bercita-cita menjadi birokrat jelas telah berubah,” kata Kenji Hashimoto, peneliti di Recruit Works Institute.

Meski demikian, beberapa pejabat pemerintah mengatakan bahwa tren tersebut tidak selalu berarti buruk. Seorang pejabat di Kementerian Kesejahteraan menyambut baik perubahan tersebut.

“Dengan para pejabat administratif yang dibekali dengan nilai-nilai yang lebih beragam, ada kemungkinan mereka dapat memberikan layanan sipil kepada mereka yang membutuhkan dengan cara yang lebih penuh perhatian dibandingkan sebelumnya,” kata pejabat tersebut.

Editor: Muhammad Fida Ul Haq