Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Diburu Turki, Menhan Israel: Kami Negara Kuat, Tak Takut Siapa pun
Advertisement . Scroll to see content

Tak Lagi Didukung Rakyat Turki, Ini Awal Kejatuhan Erdogan?

Selasa, 02 April 2019 - 08:44:00 WIB
Tak Lagi Didukung Rakyat Turki, Ini Awal Kejatuhan Erdogan?
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. (FOTO: AFP)
Advertisement . Scroll to see content

ANKARA, iNews.id - Sebuah lubang seluas lapangan sepak bola dengan kedalaman 50 meter tampak menganga dan tampak gundukan batu berjejer di permukaannya.

Satu-satunya tanda kehidupan yang ada adalah burung camar yang sedang minum air.

Di tempat itu sedianya akan dijadikan sebagai lokasi pembangunan baru yang serba gemerlap di Istanbul; gedung-gedung skala besar untuk apartemen, mal, dan spa di kawasan Fikirtepe.

Video promosi tentang pembangunan di tempat itu yang dikeluarkan pada 2010 menunjukkan adanya sebuah simbol kekayaan baru Turki.

Namun ketika terjadi masalah keuangan, para investor mundur, dan sebagian besar pembangunan gedung yang direncanakan tidak pernah terwujud. Satu-satunya yang tersisa adalah lubang menganga akibat dari perusahaan-perusahaan yang bangkrut dan janji-janji palsu.

Keadaan itu merupakan gambaran dari lesunya perekonomian secara umum yang menjadi ancaman terbesar bagi kekuasaan Presiden Recep Tayyip Erdogan selama 16 terakhir.

Jajak pendapat yang dilakukan menjelang pilkada akhir pekan lalu menunjukkan bahwa Partai AK yang berkuasa memamg berpotensi kalah di ibu kota, Ankara -dan bahkan Istanbul.

Setelah penghitungan suara, partai politik pimpinan Presiden Erdogan tersebut benar mengalami kekalahan di Ankara.

Zeynep Duzgunoldu (60) meneteskan air mata ketika menunjuk ke arah bekas rumahnya di samping pohon fig yang segar.

"Orang biasanya menyebutnya sebagai 'rumah dengan dapur yang indah'," tutur Duzgunoldu dengan suara retak, seperti dikutip BBC, Selasa (2/4/2019).

"Sekarang tas ransel saya adalah rumah saya. Saya malu meminta uang kepada anak-anak saya."

Adapun rumahnya terletak di sisi lokasi proyek yang gagal tersebut dan menjadi tidak stabil karena aktivitas penggalian. Kemarahannya diarahkan kepada satu sasaran: kepala proyek Turki, Presiden Erdogan.

"Saya merasa benci terhadapnya," kata perempuan itu.

"Saya selalu memilihnya -tetapi dia telah menghancurkan rakyatnya."

Selama 16 tahun terakhir, Erdogan menempatkan pembangunan sebagai mesin pertumbuhan ekonomi Turki.

Hal yang dia sebut sebagai "proyek besar" -mulai dari bandara, jembatan hingga terowongan- mengubah infrastruktur negara itu. Dan pembangunan rumah bertingkat tinggi mengubah cakrawala kota, seringkali membuat para arsitek membencinya.

Para pengusaha konstruksi yang mempunyai kedekatan dengan presiden memenangkan tender dari pemerintah melalui dukungan politik.

Industri konstruksi diwarnai berbagai klaim terjadinya korupsi dan kronisme.

Namun, dengan inflasi 20 persen dan nilai mata uang lira merosot sekitar sepertiganya, biaya impor bahan-bahan dan pembayaran utang luar negeri meroket - dan perusahaan-perusahaan konstruksi bangkrut.

Pana Yapi, konglomerat yang menjalankan proyek Fikirtepe, mengatakan kepada BBC bahwa negara mengalami krisis ekonomi, dan proyeknya juga menjadi korban.

Derek-derek yang mangkrak dan pencakar-pencakar langit setengah jadi yang sekarang menghiasi Istanbul adalah tanda adanya krisis.

Turki memasuki resesi tahun lalu, perekonomian menciut 3 persen selama kuartal terakhir. Banyak orang khawatir kondisi yang lebih buruk lagi akan segera tiba.

"Turki sangat tergantung pada utang yang didominasi utang luar negeri dan ketika kesulitan membayar uang itu, maka itulah masalah yang kami alami sekarang ini," kata Can Selcuki, manajer di Istanbul Economics Research.

"Kami bisa saja berada di ambang kejatuhan besar. Kami memerlukan dana tunai dari luar negeri dalam jumlah besar," jelasnya, "dan sumber yang paling mungkin adalah Dana Moneter Internasional (IMF)".

Ekonom Can Selcuki berpendapat Turki memerlukan suntikan dana dari luar negeri. Presiden Erdogan menentang keras gagasan untuk meminjam dana dari IMF. Pinjaman IMF disertai syarat-syarat ketat.

"Namun harga yang harus dibayar jika tidak dapat mencari pinjaman adalah mungkin akan meningkatkan risiko kebangkrutan dan efek ke bawah," kata Selcuki.

Kelesuhan ekonomi Turki membuat Presiden Erdogan mengalihkan perhatian ke masalah-masalah lain. Dia mempertontonkan video serangan masjid di Selandia Baru dalam acara kampanye partai politik untuk menggerakkan para pemilih konservatif, taat beragama, yang dukungannya diperlukan.

Sebagai cara cepat menangani harga pangan, yang meningkat sepertiga, pemerintah membeli sayur mayur dari petani langsung.

Pemerintah kemudian menjual sayur mayur tersebut kepada konsumen di warung-warung sehingga memutus rantai tengkulak yang selama ini menaikkan harga dan yang selama ini disebut oleh presiden sebagai "teroris makanan".

Di salah satu warung di kawasan Aksaray, Istanbul, terjadi antrean panjang warga yang hendak membeli tomat, terong dan bayam dengan harga 50 persen lebih murah dibanding harga di supermarket.

"Antrean ini bukan tanda terjadinya kemiskinan tetapi kesempatan," kata seorang warga yang berbelanja, Omer Cakirca, seraya menyambut inisiatif pembelian produk pertanian langsung oleh pemerintah dari petani.

"Di mana-mana seperti ini. Jika ada potongan harga, semua orang akan menuju ke tempat itu."

Namun Esref Korkmaz tidak sepakat.

"Saya membeli mentimun dan tomat hari ini - tetapi ini hanyalah investasi untuk pemilu," kata pria tersebut.

"Penjualan seperti ini tidak akan ada lagi setelah April. Saya memilih untuk Partai AK sebelumnya tetapi sekarang tidak lagi karena situasi ekonomi buruk. Saya akan menutup mata dan mendukung oposisi kali ini."

Ekonomi mengantarkan Recep Tayyip Erdogan ke kekuasaan.

Ekonomi pula yang mungkin akan menyebabkan kejatuhannya.

Editor: Nathania Riris Michico

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut