Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : 2 Napi asal Inggris Segera Dipulangkan, Termasuk Lindsay Sandiford yang Divonis Mati
Advertisement . Scroll to see content

Terpidana Mati Berusia Seabad: Menanti Eksekusi, Berharap Pengampunan

Jumat, 19 Oktober 2018 - 08:27:00 WIB
Terpidana Mati Berusia Seabad: Menanti Eksekusi, Berharap Pengampunan
Celestine Egbunuche, terpidana mati di Nigeria yang berusia 100 tahun, saat bersama anaknya, Paul. (Foto: istimewa)
Advertisement . Scroll to see content

ABUJA, iNews.id - Terpidana mati, Celestine Egbunuche, yang dijuluki sebagai 'tahanan tertua' Nigeria, harap-harap cemas menanti hasil dari kampanye yang menyerukan pembebasannya.

Seperti dilaporkan BBC, dia berusia 100 tahun dan telah mendekam di penjara selama 18 tahun setelah dinyatakan bersalah merancang suatu pembunuhan.

Bertubuh kecil dan sedikit bungkuk, dia menatap nanar ke ketinggian sembari duduk di bangku yang berdesakan di dalam ruang tamu penjara yang pengap.

Mengenakan T-shirt putih, celana pendek dan sandal jepit, dia mengangkat kepalanya perlahan-lahan, sebagai cara menyambut kehadiran BBC.

Namun selain itu, dia diam seribu bahasa selama kunjungan BBC, sangat kontras dengan suasana ruangan yang riuh dengan dengan obrolan nyaring di Penjara Keamanan Maksimum Enugu di Nigeria tenggara.

Putranya, Paul Egbunuche (41) duduk di sampingnya, dan dialah yang berbicara. Dia dipenjara atas tuduhan pembunuhan yang sama.

Mereka berdua dituduh menyewa orang untuk menculik dan membunuh seorang lelaki terkait sengketa tanah di negara bagian Imo.

Paul bersikeras mengaku mereka berdua tak bersalah. Mereka ditahan pada Juni 2000 dan akhirnya dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman mati pada 2014.

Upaya menghubungi keluarga dari orang yang terbunuh tidak menemui hasil, bahkan dinas penjara Nigeria tidak dapat menemukan mereka.

Di bawah pengawasan petugas penjara, Paul memberitahu BBC bahwa ayahnya sudah tidak dapat berbicara banyak lagi dan sudah tidak sadar akan sekelilingnya.

"Ketika menanyakan sesuatu kepadanya, dia menjawab sesuatu yang lain. Dokter mengatakan kepada saya itu karena usianya, dia menjadi seperti pikin (bocah) kecil," ujarnya.

"Terkadang dia bertanya kepada saya, 'Orang-orang ini di sini (para narapidana), apa yang mereka lakukan di sini?'"

Paul mengaku jarang meninggalkan ayahnya; ditelah menjadi pengasuh utama sang ayah sejak kesehatannya mulai memburuk di penjara.

Masalah-masalah kesehatan yang dialami ayahnya antara lain diabetes dan gangguan penglihatan , dan Paul menggunakan apa yang dia bisa untuk mengurusnya.

"Satu-satunya yang saya gunakan untuk mengurusnya adalah makanan, pisang tanduk, dan mereka (petugas) memberinya sejumlah obat."

Sel ayah dan anak itu juga dihuni terpidana hukuman mati lainnya, mereka dipisahkan dari tahanan lain.

"Kala bangun di pagi hari, saya akan memasak air dan memandikan ayah saya," kata Paul.
"Saya akan mengganti pakaiannya lalu menyiapkan makanan untuknya. Jika mereka membuka (sel), saya akan membawanya keluar agar matahari akan menyentuh tubuhnya. Saya selalu berada di dekatnya, mengobrol dan bermain dengannya."

Paul berkata para narapidana lain kadang-kadang membantunya mengurus ayahnya dan bahwa banyak dari mereka ingin ayahnya dibebaskan.

Setelah ayahnya memasuki usia 100 tahun itulah, muncul berbagai perhatian, yang mungkin bisa mengarah pada pembebasannya.

Begitu banyak tahanan di Nigeria menghabiskan waktu bertahun-tahun menunggu peradilan dan eksekusi. (Foto: BBC)

Agustus lalu, secarik foto yang menunjukkan Paul bersama Egbunuche yang tampak lunglai menjadi viral setelah koran lokal memuatnya dalam laporan tentang bagaimana dia menginjak usia 100 tahun di penjara.

Hal ini memicu perdebatan tentang betapa lama waktu yang bisa dihabiskan narapidana yang hukuman mati, dan di mana serta bagaimana mereka menanti eksekusi.

Data terbaru dari Dinas Penjara Nigeria menunjukkan, lebih dari 2.000 orang di Nigeria sedang menanti hukuman mati. Banyak di antaranya sudah mendekam di penjara selama bertahun-tahun, menunggu untuk dieksekusi.

Hukuman mati tidak terlalu sering dilakukan di Nigeria. Menurut Amnesty International, antara 2007 dan 2017, dilakukan tujuh eksekusi, yang terakhir terjadi pada 2016.

Betapa pun, putusan hukuman mati masih terus dijatuhkan oleh hakim untuk pidana seperti makar, penculikan, dan perampokan bersenjata.

"Ada orang-orang yang dipenjara selama 30 tahun menunggu eksekusi mati, itu umum," kata Pamela Okoroigwe, seorang pengacara untuk Proyek Bantuan dan Pembelaan Hukum (LEDAP).

"Para Gubernur enggan menandatangani (surat eksekusi) tetapi mereka juga tidak bersedia mengeluarkan surat pengampunan, itu sebabnya begitu banyak narapidana hukuman mati."

Okoroigwe menyebut hukuman mati adalah 'hukuman untuk orang miskin' dan makin banyak orang Nigeria yang ingin menghapuskannya.

"Apakah kamu pernah melihat orang kaya di penjara para terpidana mati?" dia bertanya.

"Berapa banyak orang yang mampu membayar pengacara untuk mewakili mereka di pengadilan? Orang kaya yang disidangkan di pengadilan akan memperoleh pengacara terbaik dan dia akan bebas."

Sentimen ini pula yang dirasakan oleh Franklin Ezeona, ketua Masyarakat Global untuk Anti-Korupsi (GSAC), organisasi non-pemerintah yang membawa kasus Egbunuche ke publik dan mengajukan petisi untuk pengampunannya.

"Jika pria itu adalah ayah dari seorang gubernur atau menteri, saya tidak yakin dia masih akan di penjara," kata Ezeona.

"Kemiskinan di sebagian besar negara Afrika menghalangi terwujudnya keadilan."

Menurutnya, tidak masuk akal membuat orang menunggu selama bertahun-tahun di penjara menunggu eksekusi mati karena menimbulkan "trauma dan penyiksaan terlalu berat".

Ezeona berharap kasus Egbunuche akan mendorong pemerintah meninjau kembali kasus-kasus lain dan menyoroti sistem peradilan secara keseluruhan.

"Jika itu terjadi, hal itu akan baik untuk sistem pemasyarakatan. Hal itu akan menunjukkan bahwa dengan perilaku yang baik, pemerintah dapat memberi Anda kesempatan kedua," katanya.

"Setiap orang berhak mendapat kesempatan kedua."

Dan Egbunuche mungkin mendapatkan kesempatan kedua setelah jaksa agung negara bagian Imo, Miletus Nlemedim, merekomendasikan pengampunannya.

Rekomendasi itu kini sedang menunggu persetujuan dari Gubernur Rochas Okorocha.

Jaksa Agung Nlemedim mengatakan, banyak faktor yang dipertimbangkan saat seorang narapidana direkomendasikan untuk diampuni: bisa karena usia lanjut, masa yang sudah dijalani di penjara, dan persetujuan staf penjara.

Sejauh ini keluarga korban belum dihubungi tentang kemungkinan pembebasannya.

"Apa yang kami lakukan sebagai pemerintah adalah mencoba melepaskan diri dari sentimen tertentu," katanya.

Menurut Nlemedim, Kementerian Kebahagiaan negara bagian itu memberikan kesempatan untuk rekonsiliasi setelah tahanan dibebaskan.

Namun hal ini, menurut Ezeona, sangat kecil kemungkinannya mengingat lamanya waktu yang telah berlalu dan buruknya pencatatan. Meski demikian, dia masih yakin Celestine Egbunuche akan diampuni.

"Jika kita tidak bisa memaafkan seorang yang berusia seabad, siapa yang bisa kita maafkan?" tanyanya.

Demikian juga Paul, yang yakin ayahnya akan mendapat pengampunan . Dia juga berharap akan mendapatkan pembebasan bersyarat sehingga dapat merawat ayahnya.

"Akan bagus untuknya jika dia dibebaskan. Jadi dia akan meninggal dengan damai di rumahnya dan bukan di penjara," katanya.

Editor: Nathania Riris Michico

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut