WASHINGTON, iNews.id - Kelompok hak asasi manusia berbasis di Amerika Serikat, Human Rights Watch (HRW), mengungkap daftar yang berisi ribuan data pribadi muslim Uighur di China. Data-data tersebut dipakai oleh pemerintah China melacak kemudian mengirim muslim Uighur ke kamp penahanan.
HRW memperoleh daftar 2.000 muslim Uighur dari prefektur Aksu Xinjiang yang telah ditandai oleh program prediktif kepolisian China. Ribuan data pribadi tersebut merupakan bagian dari Platform Operasi Bersama Terpadu (IJOP)--bertugas mengumpulkan data dan mengidentifikasi kandidat untuk ditahan.
Seteru Memanas, 'Senjata' China Ini Bisa Bikin Jepang Tekor Rp20 Triliun
Dalam daftar yang telah disusun sejak 2018 tertulis nama muslim Uighur Xinjiang, nomor telepon, serta alasan penahanan di kamp-kamp milik China termasuk mempelajari Alquran, memakai pakaian relijius, atau bepergian keluar negeri.
"Daftar Aksu adalah pertama kalinya kami melihat IJOP beraksi dalam menahan orang," kata Maya Wang dari HRW dikutip dari Reuters, Rabu (9/12/2020).
China Sebut Tuduhan Paus Fransiskus Soal Muslim Uighur Teraniaya Tidak Berdasar
China gunakan teknologi lacak muslim Uighur yang belum pernah ditahan di kamp
Pengungkapan ini memberikan wawasan lebih jauh tentang bagaimana penindasan brutal pemerintah China terhadap Muslim Uighur dengan menggunakan teknologi.
Menlu AS Singgung Perlakuan China terhadap Muslim Uighur, Begini Respons PBNU
Human Rights Watch tidak mengungkap siapa yang memberikan daftar tersebut dengan pertimbangan memperhatikan keselamatan sumber. Reuters tidak dapat secara independen memverifikasi keaslian daftar tersebut.
39 Negara PBB Teken Deklarasi Mendesak China Hormati Hak-Hak Muslim Uighur
Kementerian luar negeri China tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Pakar dan pendukung PBB mengatakan setidaknya satu juta etnis Uighur, yang sebagian besar Muslim dan berbicara bahasa Turki, telah ditahan di beberapa titik di kamp-kamp Xinjiang.
Jumlah Kamp Tahanan Muslim Uighur Diduga Jauh Lebih Banyak dari yang Diperkirakan
China menyatakan bahwa kamp-kamp yang dijaga ketat adalah lembaga pendidikan dan kejuruan, semua orang yang dinyatakan telah lulus dari kamp tersebut diperbolehkan pulang.
Kelompok hak asasi mengatakan daftar itu adalah bukti lebih lanjut bahwa pemerintah memilih Xinjiang Uighur untuk penahanan berdasarkan agama, hubungan pribadi, kontak dengan kerabat di luar negeri, dan bahkan usia.
Alasan lain penahanan yang tercantum termasuk aktivitas seperti berulang kali mematikan ponsel cerdas, memiliki "pikiran tidak stabil" atau "secara umum tidak dapat dipercaya".
Editor: Arif Budiwinarto
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku