Tolak Tawaran Jadi PM Malaysia, Wan Azizah hanya Minta Suaminya Bebas
PETALING JAYA, iNews.id - Tokoh reformasi Malaysia Anwar Ibrahim mengungkap fakta di balik pemilihan perdana menteri dari kubu Pakatan Harapan setelah kelompok itu memenangkan kursi parlemen terbanyak dalam pemilu pada 9 Mei.
Gabungan partai dari Pakatan Harapan mampu meraup 113 kursi parlemen, mengalahkan Barisan Nasional pimpinan Najib Razak yang hanya mendapat 79 kursi.
Dari tiga partai Pakatan Harapan, Partai Keadilan Rakyat (PKR) lah yang mendapat kursi paling banyak. Inilah yang menjadi dasar mengapa Sultan Malaysia atau Yang di-Pertuan Agoeng Sultan Muhammad V cenderung memilih presiden partai yang juga istri Anwar Ibrahim, Wan Azizah Wan Ismail, sebagai perdana menteri.
Namun permintaan itu ditolak Wan Azizah karena dia sudah punya kesepakatan dengan partai lain anggota koalisi Pakatan Harapan. Sejak Januari 2018, koalisi sepakat menunjuk Mahathir sebagai perdana menteri.
Menurut Anwar, Sultan memilih Wan Azizah karena perolehan kursi parlemen PKR lebih unggul, bahkan dibandingkan dengan kursi partai yang dipimpin Mahathir sekalipun.
Selain itu, kata Anwar, Wan Azizah merasa tidak siap menjadi perdana menteri.
"Yang di-Pertuan Agong mengatakan, jarang sekali kita melihat ada politisi yang berpegang pada janji-janji mereka. Tapi Wan Azizah minta satu hal, dia meminta suaminya untuk segera dibebaskan," ujar Anwar, menirukan pernyataan Sultan, dikutip dari The Star, Kamis (17/5/2018).
Setelah mendengar permintaan itu, Sultan pun berjanji segera mengeluarkan pengampunan penuh bagi Anwar yang masih menjalani penahanan terkait kasus sodomi. Pria berusia 70 tahun itu divonis hukuman penjara lima tahun pada 2015, namun dia mendapat keringanan terkait masalah kesehatan sehingga bisa bebas pada 8 Juni 2018. Karena pengampunan ini, Anwar bisa bebas lebih cepat lagi.
Anwar juga menyampaikan terima kasih kepada Mahathir atas dipercepatnya proses pengampunan. Mahathir merupakan mantan bos Anwar saat menjabat wakil perdana menteri pada 1990-an. Anwar dipecat Mahathir pada 1998 dan setelah itu dia dijebloskan ke penjara karena kasus sodomi dan korupsi.
Editor: Anton Suhartono