Twitter Tolak Perintah India Blokir 1.178 Akun, Keselamatan Karyawan Terancam
NEW DELHI, iNews.id - Twitter mengkhawatirkan keselamatan karyawannya di India, setelah menolak permintaan pemerintah untuk memblokir 1.178 akun terkait demonstrasi petani.
Sebelumnya, Kementerian Informasi dan Teknologi India meminta Twitter menghapus 1.178 akun yang diduga terkait dengan gerakan separatis Sikh Khalistan. Akun-akun itu dituduh menyebar propaganda dan informasi sesat terkait unjuk rasa petani sejak November 2020.
Twitter menolak permintaan itu dan menghubungi pemerintah India untuk melakukan dialog. Namun India mengancam karyawan Twitter dengan denda, bahkan hukuman penjara hingga 7 tahun jika perusahaan tidak memenuhi tuntutan.
“Keselamatan karyawan adalah prioritas utama kami di Twitter. Kami terus aktif terlibat dengan pemerintah India dan telah menghubungi Yang Mulia Perdana Menteri, Kementerian Elektronika dan Teknologi Informasi, untuk dialog formal,” ujar seorang juru bicara Twitter, dikutip dari The Guardian, Rabu (10/2/2021).
Twitter menegaskan, prioritas perusahaan sebagai penyedia platform media sosial adalah memastikan pertukaran informasi yang terbuka dan bebas. Perusahaan berkomitmen untuk berpegang teguh pada nilai-nilai fundamental yang melindungi ruang publik.
Pemerintah India memerintahkan Twitter, di bawah undang-undang (UU) teknologi informasi, menindak posting-an dan konten yang diduga mengancam ketertiban umum.
Mereka juga meminta Twitter menghapus akun yang menggunakan tanda pagar atau hashtag #ModiPlanningFarmerGenocide, merujuk kepada Perdana Menteri Narendra Modi. Beberapa akun lainnya juga dituding menghasut orang-orang untuk melawan pemerintah.
Pada awalnya Twitter mematuhi, di antara akun entitas dan personal yang diblokir merupakan majalah The Caravan, komentator politik Sanjukta Basu, serikat petani Kisan Ekta Morcha, dan akun milik CEO lembaga penyiaran pemerintah Prasar Bharati.
Akibatnya Twitter sempat dikecam terkait penyensoran sepihak atas nama pemerintah India, lalu akun-akun tersebut dipulihkan kurang dari 6 jam kemudian. Hal itu memancing kemarahan pemerintah India dan menuduh Twitter melanggar kedaulatan hukum.
Seperti diketahui, perhatian publik tertuju pada aksi ratusan ribu petani yang melakukan unjuk rasa dengan berkemah di sekitar Delhi. Mereka menuntut pencabutan UU pertanian baru karena dinilai membahayakan mata pencaharian mereka.
Para petani mengatakan, langkah pemerintah mereformasi pertanian memungkinkan pengecer besar membeli langsung hasil produksi dari petani. Hal itu diyakini bisa mengganggu jaminan harga jangka panjang untuk produk mereka serta membuat petani rentan terhadap permainan bisnis besar.
Editor: Anton Suhartono