Ukraina Harus Serahkan Wilayah, Rusia: Tak Ada Kompromi!
MOSKOW, iNews.id - Pertemuan utusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, Steve Witkoff dan Jared Kushner, dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, tak menghasilkan terobosan baru untuk mengakhiri perang di Ukraina. Perang Rusia-Ukraina sudah berlangsung 2 tahun lebih belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
Perundingan berlangsung selama 5 jam dan berakhir setelah pada Rabu (3/12/2025) dini hari waktu Moskow.
Pejabat Rusia menegaskan, tak ada kompromi dengan Ukraina terkait teritori. Ukraina harus merelakan wilayahnya sebagai syarat perdamaian.
"Sejauh ini, kami belum menemukan kompromi, tapi beberapa solusi (28 poin rencana damai yang diusulkan Presiden Donald Trump) dari Amerika bisa didiskusikan," kata ajudan senior Kremlin, Yury Ushakov, seperti dikutip dari Al Jazeera.
Meski menggambarkan perundingan tersebut sangat bermanfaat dan konstruktif, Ushakov menegaskan masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, baik oleh AS maupun Rusia.
Delegasi AS telah berkunjung ke Rusia untuk membahas rencana perdamaian Trump yang telah direvisi sehingga menjadi 18 atau 20 poin saja.
Kremlin mengecam usulan balasan Ukraina dan Eropa. Putin bahkan mengatakan perubahan itu tidak bisa diterima.
Menjelang pertemuannya dengan utusan Trump, Putin menyampaikan pernyataan yang bernada perang di forum investasi. Dia menyebut Rusia siap berperang melawan Eropa.
"Mereka berada di pihak perang," klaim Putin, merujuk pada negara sekutu Ukraina di Eropa.
"Kita bisa lihat dengan jelas semua perubahan ini hanya bertujuan untuk satu hal, menghalangi seluruh proses perdamaian, untuk mengajukan tuntutan yang sama sekali tidak bisa diterima oleh Rusia," ujarnya, menegaskan.
Dia melanjutkan, Rusia akan meningkatkan serangan terhadap pelabuhan dan kapal-kapal Ukraina, serta kapal tanker, menyusul serangan terhadap kapal-kapal yang membawa minyak Rusia di lepas pantai Turki.
Menanggapi komentarnya, Menteri Luar Negeri Ukraina Andrii Sybiha mengatakan jelas Putin tidak ingin perang berakhir.
"Kemarin, dia bilang dia siap berperang sepanjang musim dingin. Hari ini, dia mengancam pelabuhan laut dan kebebasan navigasi," kata Sybiha, di media sosial.
Editor: Anton Suhartono