Uni Eropa Sesalkan Keputusan Serbia Pindahkan Kedubes di Israel ke Yerusalem
BRUSSEL, iNews.id - Uni Eropa menyampaikan keprihatinan serius dan penyesalan atas keputusan Serbia memindahkan kedutaan besarnya di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Dengan mengambil keputusan itu berarti Serbia mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Perhimpunan negara-negara Eropa itu masih berkomitmen pada kesepakatan damai solusi dua negara, Israel-Palestina, di mana nasib Yerusalem hanya diputuskan berdasarkan kesepakatan kedua pihak, bukan diakui secara sepihak.
Palestina masih menganggap Yerusalem Timur, yang di dalamnya terdapat tempat suci ketiga bagi umat Islam Masjid Al Aqsa, sebagai ibu kotanya di masa depan.
Sebagai calon anggota Uni Eropa, Serbia seharusnya menyesuaikan kebijakan luar negerinya dengan sikap kelompok.
"Dalam konteks ini, setiap langkah diplomatik yang dapat mempertanyakan posisi bersama Uni Eropa di Yerusalem adalah masalah yang sangat memprihatinkan dan disesali," kata Juru Bicara Urusan Luar Negeri Uni Eropa, Peter Stano, dikutip dari AFP, Senin (7/9/2020).
Tak berselang lama, Kosovo, negara berpenduduk mayoritas muslim yang berkonflik dengan Serbia, mengumumkan akan mendirikan kantor misi di Yerusalem. Keputusan yang sangat mengejutkan.
Presiden Serbia Aleksandar Vucic dan Perdana Menteri Kosovo Avdullah Hoti akan bertemu di Brussel sebagai putaran kedua pembicaraan damai yang ditengahi Uni Eropa. Pertemuan itu penting untuk menyelesaikan perselisihan 20 tahun kedua negara setelah perang.
Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari konferensi tingkat tinggi di Gedung Putih, Washington DC, di mana Vucic dan Hoti menandatangani pernyataan yang menyetujui langkah-langkah meningkatkan hubungan ekonomi. Untuk kasus Serbia, negara itu berkomitmen memindahkan kedubesnya di Israel, dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Amerika Serikat memuji kesepakatan yang diteken Vucic dan Hoti pada Jumat lalu sebagai terobosan besar.
Dalam perselisihan paling rumit di Eropa, Serbia menolak mengakui kemerdekaan Kosovo sejak wilayah itu memisahkan diri melalui perang berdarah 1998-1999. Perang berakhir setelah NATO menggelar pengeboman terhadap pasukan Serbia.
Lebih dari 13.000 orang tewas dalam perang itu, kebanyakan dari korban merupakan keturunan Albania Kosovo, etnis mayoritas di bekas provinsi Serbia itu.
Editor: Anton Suhartono