Viral, Tukang Buah Ini Terpaksa Jual Mata demi Bayar Utang 

BANGKOK, iNews.id - Seorang penjual buah di Bangkok, Thailand, menjadi viral karena terpaksa menjual mata demi membayar utang. Pria 57 tahun itu menjual buah sambil menunjukkan pengumuman di tempat jualannya, "Mata Dijual".

Foto pria yang tak disebutkan identitasnya tersebut saat duduk menunggu pembeli menjadi viral setelah diunggah di akun Facebook pada 8 Maret lalu.

Baca Juga

Kapal Mata-mata Rusia Tembakkan Laser ke Pilot Jet Tempur Inggris

“Kasihan kepadanya. Melihat seseorang menjual buah-buahan di Distrik Bang Bon (Bangkok) yang membuat pengumuman siap menjual salah satu matanya,” demikian bunyi caption dalam posting-an tersebut, seperti dilaporkan The Straits Times, Senin (11/3/2024).

Media Thailand melaporkan, sang penjual buah mengaku membutuhkan uang untuk membayar utang yang jumlahnya tidak disebutkan secara spesifik. Dia meminjam uang ke bank untuk modal namun usahanya bangkrut.

Baca Juga

Ada-Ada Saja, Pria Ini Telan 39 Koin dan 37 Magenet untuk Bikin Tubuh  Kekar

Berdasarkan aturan di Thailand, menjual organ tubuh merupakan tindakan melanggar hukum. Hukuman berat akan dijatuhkan kepada semua yang terlibat, termasuk dokter yang melakukan pencakokan.

Masyarakat Palang Merah Thailand menyatakan, menyumbang organ tubuh hanya boleh dilakukan kepada kerabat, bukan orang lain.

Baca Juga

Tak Tahan Hadapi Masalah Keluarga, Pria Ini Sengaja Mencuri lalu Minta Ditahan Polisi

Laporan Reuters mengungkap, Thailand merupakan salah satu negara dengan rasio utang rumah tangga tertinggi di kawasan, yakni sebesar 16,2 triliun baht atau 90,9 persen dari produk domestik bruto (PDB) negara tersebut, berdasarkan data pada akhir September 2023.

Banyak warga dari kalangan berpenghasilan rendah terpksa meminjam uang kepada rentenir lantaran tidak memenuhi syarat meninjam ke bank. Hasilnya banyak warga yang terjebak utang dengan bunga tinggi.

Bahkan Perdana Menteri Srettha Thavisin sampai angkat bicara mengomentari maraknya utang rumah tangga.

“Utang informal seperti perbudakan modern yang menghancurkan mimpi dan merupakan masalah kronis," kata Srettha, dalam pernyataannya pada 28 November lalu.

Editor: Anton Suhartono