Virus Korona: Bisakah Warga Italia Ubah Kebiasaan Nongkrong dan Berciuman demi Cegah Tertular?
ROMA, iNews.id - Setiap orang yang pernah ke Italia pasti akan mengingat satu hal yang sama: keramaian. Kerumunan orang terlihat, baik di Kapel Sistina di Roma, pantai yang ramai di Sisilia hingga antrean gondola di Venesia.
Namun hari ini Italia terlihat berbeda. Jalanan dan restoran kosong. Bioskop dan museum ditutup. Hanya apotek dan swalayan yang buka dan disesaki pengunjung.
Pemerintah Italia memutuskan menutup wilayah mereka secara nasional untuk menanggulangi penyebaran virus korona. Warga Italia tidak diizinkan berpergian kecuali untuk alasan gawat darurat atau pekerjaan tertentu.
Setiap orang yang terbukti melanggar larangan itu dapat dijatuhi denda atau dipenjara.
"Setiap orang harus mengalah untuk melindungi kesehatan publik," ujar Perdana Menteri Giuseppe Conte, seperti dilaporkan BBC, Rabu (11/3/2020).
Kendati demikian, mendorong penduduk negara ini merelakan sementara kehidupan yang menyenangkan bukan perkara mudah.
Masyarakat Italia gemar berada di luar ruangan dan menikmati hari, baik bermain sepakbola di taman atau menyantap es krim di pantai. Mereka benar-benar memanfaatkan waktu untuk bersenang-senang.
Kebiasaan 'aperitivo' alias minum-minum atau jajan di luar rumah setelah jam kerja bersama kawan dan sanak famili adalah salah satu ciri masyarakat Italia. Kebiasaan itu mereka lakukan sebelum pulang untuk makan malam di rumah.
Namun 'ritual' warga Italia itu kini tidak bisa dilakukan. Bar dan restoran diperintahkan pemerintah tutup pukul 18.00.
Ada stereotip bahwa orang Italia berbicara dengan tangan mereka. Walau itu mungkin tidak berlaku untuk semua orang Italia, mereka jelas merupakan kelompok masyarakat yang mengekspresikan diri dengan menyentuh orang lain.
Ciuman di pipi biasa mereka lakukan saat bertemu kolega. Sekarang mereka diminta menjaga jarak aman setidaknya satu meter dari orang lain.
Bahkan istirahat pendek di sela kegiatan juga dilarang. Mereka diminta meninggalkan kebiasaan memesan dan meneguk espresso dengan cepat di sudut kafe sambil berbincang dengan kawan.
Banyak kafe di Roma saat ini hanya menerima tiga pelanggan dalam satu waktu yang sama.
Pekan lalu, ketika wilayah karantina masih terbatas di sejumlah wilayah bagian Italia utara, muncul kemarahan di kalangan muda-mudi di kawasan Italia lainnya.
Meski penduduk lanjut usia pada umumnya waspada, banyak warga Italia di bawah 30 tahun tetap beraktivitas di luar ruangan secara normal, termasuk menyantap ikan di pinggir pantai pada Minggu siang.
"Saya ingin melanjutkan hidup secara normal," kata Francesco, warga Napoli.
"Kami muda dan tidak mungkin terjangkit virus," tuturnya.
Banyak warga Italia di sosial media mengutuk perilaku semacam itu sebagai sebuah keegoisan dan hal yang tidak bertanggung jawab.
Tagar #iostoacasa dan kalimat "Saya bertahan di rumah" digunakan untuk mendorong publik Italia tidak berpergian.
Walau penutupan wilayah di Italia diperluas secara nasional, sejumlah laporan menyebut semakin banyak orang yang melanggar ketentuan tersebut.
Dua perempuan mengunggah video ke Instagram, memperlihatkan mereka berada di sebuah bar, tengah berbincang tentang cara melanggar aturan jam malam.
Lalu dua laki-laki berusia 20-an tahun tertangkap berusaha berpergian dengan pesawat dari Bologna untuk liburan ke Madrid, Spanyol.
Tidak jelas bagaimana pemerintah Italia akan menegakkan aturan yang mereka buat. Otoritas setempat selama ini sulit meloloskan legislasi. Italia juga dikenal sebagai negara yang menganggap hukum sebagai saran semata.
Italia adalah negara dengan tradisi Katolik kental. Sebagian warga mereka masih sulit menerima bahwa gereja dilarang menggelar misa walau mereka masih tetap boleh membuka gereja untuk umat.
Paus Fransiskus pun menyampaikan kotbah mingguannya melalui video.
"Ini tidak pernah terjadi sebelumnya," kata Laura, warga Roma.
"Bahkan selama Perang Dunia II, kami masih bisa mengikuti misa setiap Minggu dan merasakan keberadaan sebuah komunitas."
"Akan tetapi sekarang saya merasa terisolasi," ujarnya.
Konsekuensi yang paling menyakitkan adalah larangan menyelenggarakan pemakaman. Hanya seremoni penguburan singkat dengan jumlah orang terbatas yang diizinkan -itu pun tanpa misa requiem.
Masyarakat Italia dilarang saling berpelukan atau bersentuhan tangan. Satu meter adalah jarak aman yang wajib ditaati jika warga saling berjumpa.
Mengubah perilaku alami secara drastis tidak mudah bagi kebanyakan orang Italia. Butuh waktu untuk meyakinkan mereka bahwa penyebaran virus corona harus ditanggapi secara serius.
Editor: Nathania Riris Michico