Visa Dicabut AS gegara Bela Palestina, Presiden Kolombia: Saya Tak Peduli!
WASHINGTON, iNews.id - Presiden Kolombia Gustavo Petro menuduh Amerika Serikat (AS) melanggar hukum internasional karena mencabut visanya lantaran sikap vokal atas tindakan Israel di Gaza.
Departemen Luar Negeri (Deplu) AS pada Jumat lalu mengumumkan akan mencabut visa Petro dengan alasan menghasut untuk melawan Presiden Donald Trump. Dia mengikuti demonstrasi pro-Palestina di dekat Markas Besar PBB, New York, dan menyampaikan orasi. Salah satu isi oraasinya adaah seruan kepada tentara AS untuk membangkang perintah Trump terkait Gaza.
"Saya tidak lagi memiliki visa untuk bepergian ke Amerika Serikat," kata Petro, di media sosial X, seperti dikutip Senin (29/9/2025).
"Saya tidak peduli. Saya tidak butuh visa karena saya bukan hanya warga Kolombia, tapi juga warga negara Eropa, dan saya benar-benar menganggap diri saya sebagai orang bebas di dunia," tulisnya lagi.
Menurut Petro, pencabutan visa hanya karena dirinya mengecam genosida Israel, menunjukkan bahwa AS tidak lagi menghormati hukum internasional.
Dalam posting-an lain, Petro menegaskan hukum internasional memberinya kekebalan untuk bisa hadir pada acara-acara PBB. Oleh karena itu, AS tidak layak menghukumnya dengan tidak boleh memasuki negara itu atas dasar kebebasan berpendapat.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Kolombia menyatakan, mencabut visa sebagai senjata diplomatik bertentangan dengan semangat PBB yang melindungi kebebasan berekspresi serta menjamin kemerdekaan negara-negara anggota untuk mengukuti acara-acaranya.
"PBB harus menemukan negara tuan rumah yang sepenuhnya netral, yang akan memungkinkan organisasi itu mengeluarkan otorisasi untuk memasuki wilayah negara tuan rumah baru tersebut," bunyi pernyataan.
Petro bukan presiden Kolombia pertama yang visanya dicabut AS. Pada 1996, visa presiden saat itu, Ernesto Samper, dibatalkan atas tuduhan bahwa kartel narkoba Cali telah mendanai kampanye kepresidenannya.
Israel berulang kali membantah tuduhan genosida atas tindakannya di Gaza dengan dalih, pembantaian terhadap hampir 66.000 warga wilayah tersebut merupakan tindakan membela diri.
Editor: Anton Suhartono