Wanita Ini Akui Siap Dipenjara karena Bantu Ayahnya Akhiri Hidup
WALES, iNews.id - Seorang perempuan mengaku siap dipenjara karena membantu keinginan ayahnya mengakhiri hidup. Dia membantu sang ayah mengakhiri hidup dengan mengantarnya ke sebuah fasilitas bantuan bunuh diri di Swiss.
Sandra Holmes (66) dan putranya, Scott (40) dari Kota Llanrwst di Wales, Inggris, sadar mereka sudah melanggar hukum saat membawa John Lenton (93) ke Dignitas, fasilitas yang memberikan bantuan bunuh diri pada Oktober silam.
Dia mengatakan sang ayah meminta agar bisa menemaninya untuk meninggal di luar negeri.
Foto John Lenton di usia senja. Holmes mengatakan ayahnya sudah menyatakan keinginannya untuk melakukan perjalanan ke Swiss beberapa bulan sebelum kematiannya. (Foto: BBC)
Holmes mengaku dirinya dan Scott tengah menanti apakah mereka akan menghadapi tuntutan pidana karena membantu sang ayah (dan kakek Scott) untuk bunuh diri.
Kepolisian North Wales Inggris menyatakan sudah memeriksa kasus tersebut dan melimpahkannya ke pengadilan. Pihak kepolisian mengungkapkan, berkas pengajuan kasus tersebut ditangani oleh divisi kejahatan khusus dan saat ini sedang dalam peninjauan.
"Ya, jika itu terjadi. Kami berdua tahu kami mungkin benar-benar harus melakukan itu. Saya tak berpikir semenit pun bahwa itu akan terjadi, namun jika terjadi, kami akan menghadapinya," kata Holmes, saat ditanya apakah dia siap masuk penjara, seperti dilaporkan BBC.
Holmes mengaku tak menyesali tindakan yang dilakukannya bersama putranya.
"Kami menunggu pengadilan memutuskan apakah mereka akan mengadili kami. Pihak kepolisian pun tengah menanti keputusan pengadilan. Tak ada seorang pun yang bisa bertindak, sampai pengadilan memutuskan," tambahnya.
Sama seperti sang ibu, Scott Holmes juga mengaku siap dibui karena membantu kakeknya meninggal dunia.
"Kami membantunya mengakhiri hidup sesuai keinginannya, jadi kami tidak mungkin menyesali itu," ujar Scott.
John Lenton bertugas di Angkatan Darat Inggris di Perang Dunia II. (Foto: BBC)
Holmes menegaskan sudah merundingkan keinginan sang ayah untuk bunuh diri selama tujuh bulan, sebelum akhirnya memutuskan pergi ke Swiss dengan biaya sekitar sekitar Rp278 juta.
Dia mengatakan tak memaksa ayahnya, seorang veteran Perang Dunia II, dengan cara apa pun, dan sudah beberapa kali memberinya pilihan untuk mengubah pikirannya, bahkan memesan tiket kembali untuk ayahnya dari Swiss.
Kini dia menyerukan sebuah perubahan dalam perundang-undangan bagi orang-orang yang memilih mengakhiri hidupnya sendiri seperti ayahnya.
"Saya yakin, itu merupakan pilihan setiap individu untuk memutuskan apa yang ingin mereka lakukan. Itu merupakan pilihan ayah dan karena itu apa yang kami lakukan tepat untuknya. Mungkin itu tidak tepat untuk orang lain, tetapi hal ini tepat baginya, dan saya tidak pernah ragu. Saya tidak percaya, siapa pun harus dituntut hanya karena karena secara manusiawi membantu seseorang yang membuat keputusan sendiri untuk hal ini," ujar Holmes.
"Jika kita memiliki hewan peliharaan di negara ini, misalnya seekor anjing, yang kondisinya seperti ayah saya, kami akan dituduh melakukan kekejaman karena menjaga anjing tetap hidup. Namun, di negara ini, kami tetap diperbolehkan untuk merawat orang dengan kondisi seperti itu. Dan karena alasan itu, hukum harus berubah," jelasnya.
Sebelumnya, pada 3 Mei lalu, seorang ilmuwan Australia bernama David Goodall juga bertolak ke Swiss untuk mengakhiri hidupnya yang mencapai 104 tahun.
Swiss, merupakan salah satu negara yang melegalkan bantuan medis untuk kematian. Negara tersebut melegalkan bantuan bunuh diri sejak 1942 dan kemudian disusul beberapa negara lain walau sebagian besar peraturan mengharuskan kondisi penyakit parah sebagai syarat utama.
Editor: Nathania Riris Michico