Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Badan Geologi Ungkap Penyebab Gempa Palu M 4,8, Dipicu Aktivitas Sesar Aktif
Advertisement . Scroll to see content

Warga Donggala Kisahkan Ngerinya saat Gempa dan Tsunami Menerjang

Senin, 01 Oktober 2018 - 15:56:00 WIB
Warga Donggala Kisahkan Ngerinya saat Gempa dan Tsunami Menerjang
Bangunan yang hancur akibat gempa di Palu. (Foto: Reuters)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Jumlah korban jiwa bencana gempa dan tsunami di Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng) terus bertambah. Hingga Senin (1/10/2018) siang, total korban jiwa sementara yang terdata sebanyak 844 jiwa dan sudah teridentifikasi 744 orang.  

Berikut kisah warga Donggala saat gempa dan tsunami menerjang. 

Pada Jumat (28/9/2018) sore, Andi Rainaldi dan istrinya, Flarahanie, sedang menikmati pisang goreng di rumahnya di Boya, kampung kecil di tepi pantai di Donggala, Sulawesi Tengah.

Di saat orang dewasa mengobrol, anak-anak asyik bermain di halaman. Di antaranya anak Rainaldi bernama Andi Rafi Alfariel dan sepupunya Sakinah (6) serta Husna (9).

Gempa yang disusul tsunami pada Jumat (28/9/2018) sore menghancurkan banyak bangunan di Kota Donggala (ABC News: Anne Barker)

Namun, kehidupan normal mereka ini segera berakhir begitu gempa 7,5 Skala Richter menghantam kawasan itu.

Donggala merupakan kota terdekat dengan pusat gempa, hanya sekitar 30 kilometer. Dan di Donggala, kampung Boya merupakan salah satu daerah yang paling parah diguncang gempa.

Saat kejadian, rumah mulai bergoyang, dan tak semua penghuni sempat melarikan diri sebelum bangunan tersebut runtuh ke laut.

Ketiga bocah yang sedang bermain tadi sama sekali tak punya peluang menyelamatkan diri.

Kurang dari setengah jam kemudian, datanglah tsunami, yaitu air laut dengan kecepatan tinggi, menghantam kampung Boya.

Andi Rainaldi menemukan mayat anaknya yang disemayamkan di salah satu masjid di Donggala. (ABC News: Phil Hemingway)

Kepada jurnalis ABC, Rainaldi mengatakan seluruh desanya hancur. Tak satu pun rumah yang tersisa.

Tujuh anggota keluarga Rainaldi hilang, termasuk anaknya Andi Rafi, keponakannya Sakinah, dan Husna, serta seorang anak lain dan bibinya. Para korban ini mungkin terjebak di bawah reruntuhan rumah, atau hanyut ke laut saat tsunami menerjang.

Rainaldi dan istrinya menghabiskan beberapa hari mencari putra dan kerabatnya itu.

Pada Minggu kemarin, saat jurnalis ABC tiba di Donggala, mereka sudah pasrah. Beberapa mayat sudah terlihat mengambang di pantai.

Beberapa jam kemudian, pasangan suami istri ini menemukan mayat anak mereka di masjid kampung itu, yang dijadikan tempat menampung mayat-mayat korban.

"Saya bahkan tidak bisa mengenali lagi wajah anak saya. Hanya pakaiannya," ujar Rainaldi.

"Secara fisik tidak bisa lagi dikenali. Saya sangat sedih. Hancur rasanya. Dia anak saya satu-satunya. Satu-satunya. Dia masih kecil begitu," katanya.

Mayat sejumlah korban gempa dan tsunami disemayamkan di salah satu masjid di Desa Boya, Donggala. (ABC: Phil Hemingway)

Sampai kemarin, setidaknya 20 orang dilaporkan meninggal di Donggala, dan jumlah yang sama dilaporkan masih hilang.

Mereka yang kehilangan anggota keluarganya mendatangi masjid itu sepanjang hari kemarin. Di sana, banyak mayat yang disemayamkan.

Pemandangannya memilukan. Ada mayat yang tangannya masih menjulur dan terbuka lebar, mungkin di saat-saat terakhir mereka masih berusaha menahan reruntuhan atau gelombang tsunami.

Di sepanjang pantai Donggala, tampak reruntuhan bangunan yang luluh lantak. Atap-atap seng, perabotan, dan barang-barang berserakan di jalanan. Di sana-sini tampak foto-foto keluarga di jalanan.

Salah satu rumah yang jadi korban terlihat bergeser fondasinya akibat tertabrak perahu besar saat tsunami melanda. Perahu itu kini berada di antara puing-puing rumah tersebut.

Anak dari Siswanto selamat setelah terseret tsunami sejauh 100 meter bersama perahu ini. (ABC News: Ari Wu)

Pemilik rumah, Siswanto, mengatakan bahwa anak, istri, dan cucunya semua berada dalam rumah saat gempa terjadi.

Mereka berhasil lari keluar, namun tsunami menyeret anaknya ratusan meter sebelum mencapai ketinggian. Namun, anaknya selamat.

Pada Minggu kemarin, regu penyelamat berusaha memindahkan perahu dari atap-atap rumah. Sisa-sia rumah Siswanto pun hancur.

"Saya tak tahu harus pergi kemana," ujar Siswanto, kepada jurnalis ABC, Anne Barker.

"Sekarang kami akan ke kamp pengungsi, dan mungkin nanti tinggal dengan keluarga di Palu," katanya.

Ribuan warga hingga kini masih tidur di tenda dan di jalan-jalan, lapangan olahraga, atau di tanah lapang lainnya.

Kerusakan dan korban tewas jauh lebih tinggi di Palu, satu jam perjalanan dari Donggala.

Tsunami menghantam pantai yang membentang di kota itu. Ratusan gempa susulan terjadi sejak gempa besar pada Jumat (28/9/2018) malam.

Sebagian besar Kota Palu masih dalam kegelapan di malam ketiga karena listrik yang padam. Infrastruktur komunikasi juga rusak parah.

Penduduk yang rumahnya selamat dari gempa pun memilih tidur di luar, takut ada gempa susulan. Hotel-hotel pun melarang tamunya tidur di dalam kamar.

Sejauh ini, lebih dari 830 orang dilaporkan meninggal dunia. Namun jumlah tersebut diperkirakan bertambah.

Menyusuri jalan-jalan Kota Palu kemarin, ABC mencium bau mayat membusuk, baik dari yang sudah ditemukan maupun yang masih dicari.

Editor: Nathania Riris Michico

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut