WHO Keluarkan Rekomendasi Memadukan Berbagai Vaksin Covid-19, Ini Daftarnya
JENEWA, iNews.id - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan rekomendasi sementara untuk memadukan dan mencocokkan vaksin Covid-19 dari produsen berbeda. Rekomendasi ini dikeluarkan untuk dosis kedua dan booster, berdasarkan saran Kelompok Ahli Penasihat Strategis WHO tentang vaksin pada awal bulan ini.
Untuk mengklasifikasikannya, vaksin Covid-19 yang ada dibagi dalam tiga golongan, yakni berbasis mRNA seperti Pfizer dan Moderna, viral vector seperti produk AstraZeneca, serta vaksin tidak aktif seperti Sinopharm dan Sinovac.
Menurut WHO, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (17/12/2021), vaksin berbasis mRNA bisa digunakan sebagai dosis kedua setelah pengguna menerima suntikan pertama dari viral vector. Ini juga berlaku sebaliknya, bagi pengguna yang menerima suntikan pertama AstraZeneca bisa mendapatkan Pfizer atau Moderna pada kesempatan berikutnya.
Selanjutnya, vaksin viral vector AstraZeneca atau berbasis mRNA Pfizer dan Moderna juga dapat digunakan pada pengguna yang telah mendapatkan suntikan pertama dari vaksin tidak aktif Sinovac atau Sinopharm.
Vaksin viral vector bekerja dengan memberikan instruksi untuk membuat antigen virus corona dalam tubuh, sedangkan mRNA menggunakan kode dari SARS-CoV-2 guna memicu respons kekebalan tubuh. Sementara vaksin tidak aktif mengambil virus SARS-CoV-2 lalu menonaktifkan atau membunuhnya menggunakan bahan kimia, panas, atau radiasi.
Rekomendasi ini dibuat setelah pekan lalu keluar hasil studi besar yang hasilnya dosis pertama suntikan AstraZeneca atau Pfizer diikuti dengan vaksin Moderna dalam jeda waktu 9 minggu mampu menginduksi respons imun lebih baik.
Meski demikian WHO menegaskan, memadukan dan mencocokan vaksin harus mempertimbangkan berbagai faktor seperto pasokan, aksesibilitas, serta manfaat dan risiko yang digunakan. Rekomendasi ini akan terus ditinjau setelah data-data masuk.
Banyak negara maju yang memadukan dan mencocokkan vaksin Covid-19 untuk berbagai alasan, seperti menghadapi lonjakan kasus infeksi Covid-19, persediaan terbatas untuk satu merek, dan imunisasi yang lambat karena beberapa masalah keamanan.
Editor: Anton Suhartono