WHO: Wajibkan Vaksinasi Covid-19 Akan Picu Perlawan dari Masyarakat
JENEWA, iNews.id - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan pemerintah negara-negara di dunia agar tidak mewajibkan program vaksinasi untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Sebab, mewajibkan vaksinasi dikhawatirkan memicu perlawanan dari masyarakat.
Pernyataan tersebut disampaikan Direktur Imunisasi WHI, Kate O'Brien dalam konferensi pers virtual, Senin (7/12/2020) kemarin. O'Brien menyarankan jauh lebih efektif bila pemerintah memberikan penjelasan mengenai manfaat vaksin, ketimbang memaksa warganya mengikuti program vaksinasi.
"Saya pikir mewajibkan bukan jalan untuk mencapainya, terutama untuk vaksin-vaksin ini," kata O'Brien dikutip dari AP, Selasa (8/12/2020).
"Sebenarnya, posisi yang lebih baik adalah membujuk dan memfasilitasi vaksinasi tanpa persyaratan, saya pikir tidak membayangkan ada negara yang mewajibkan vaksinasi," lanjutnya.
Di kesempatan yang sama, Direktur Kedaruraratan WHO, Michel Ryan, mengatakan vaksin merupakan harapan terakhir untuk keluar dari krisis Pandemi Covid-19.
Senada dengan O'Brien, Ryan menyarankan semua pihak yang bekerja di bidang kesehatan publik menghindari pernyataan atau tindakan yang menimbulkan persepsi publik bahwa vaksinasi adalah program wajib.
Akan lebih baik, lanjut Ryan, mengedukasi dengan data dan manfaat vaksinasi lalu membiarkan masyarakat memutuskan sendiri.
"Dalam sejumlah kondisi tertentu, saya yakin vaksinasi adalah tindakan paling bertanggung jawab untuk dilakukan," ujarnya.
Sejumlah negara mulai mempersiapkan vaksinasi massal pekan ini. Rusia, tepatnya di ibu kota Moskow, pemerintah telah membuka pendaftaran dan pelaksanaan vaksinasi dengan menyuntikan vaksin buatan domestik, Sputnik V, yang diklaim memiliki efektivitas lebih dari 95 persen.
Inggris akan memulai vaksinasi pekan depan, otoritas setempat telah menetapkan orang-orang yang akan mendapat vaksin Pfizer di gelombang pertama, termasuk pekerja medis serta lansia.
Sejak dinyatakan sebagai pandemi, Covid-19 telah menginfeksi lebih dari 67,3 juta orang di seluruh dunia, angka kematian virus yang menyerang pernapasan itu mencapai lebih dari 1,54 juta.
Editor: Arif Budiwinarto