Zara Qairina Kenapa Bikin Heboh Malaysia? dari Autopsi Setelah Dimakamkan, hingga Tagar #JusticeForZara
SABAH, iNews.id - Zara Qairina kenapa menjadi pertanyaan besar yang ramai dibicarakan masyarakat Malaysia setelah seorang siswi berusia 13 tahun ditemukan tak bernyawa dalam kondisi misterius di asrama sekolahnya. Tragedi ini bukan sekadar kisah duka keluarga, melainkan juga membuka perbincangan luas tentang keamanan di lingkungan pendidikan, isu bullying, hingga transparansi aparat dalam menangani kasus yang menyentuh rasa kemanusiaan publik.
Insiden yang menimpa Zara Qairina Mahathir, siswi kelas satu di Sekolah Menengah Kebangsaan Agama (SMKA) Tun Datu Mustapha, Papar, Sabah, mengejutkan banyak pihak.
Pada dini hari 16 Juli 2025, ia ditemukan tidak sadarkan diri di saluran pembuangan dekat asrama. Zara disebut jatuh dari lantai tiga gedung, lalu dilarikan ke rumah sakit. Kondisinya kritis dengan patah tulang di tangan dan kaki, hingga akhirnya meninggal sehari kemudian setelah dokter menyatakan otaknya tidak lagi berfungsi.
Pertanyaan “Zara Qairina kenapa” menjadi kata kunci di benak banyak orang setelah tragedi ini. Kasusnya bukan hanya dianggap sebagai kecelakaan, melainkan menimbulkan dugaan lebih jauh: apakah ada unsur kelalaian, perundungan, atau bahkan tindak kekerasan di balik kepergiannya. Publik pun terus mencari jawaban melalui jalannya penyelidikan resmi maupun melalui diskusi hangat di media sosial.
Publik awalnya dibuat resah karena jenazah Zara dimakamkan tanpa dilakukan autopsi. Otopsi baru dilakukan setelah makamnya digali kembali atas perintah otoritas, hampir tiga minggu setelah kematiannya. Hasil otopsi menyebutkan bahwa Zara meninggal akibat cedera otak traumatis yang menyebabkan kekurangan oksigen ke otak. Namun, pihak keluarga dan kuasa hukum menilai hasil ini belum sepenuhnya menjawab pertanyaan. Mereka tetap mendesak penyelidikan lebih transparan, dengan alasan masih ada kemungkinan penyebab lain yang belum terungkap.
Sejak awal tragedi, muncul spekulasi bahwa kematian Zara berkaitan dengan kasus bullying di sekolah. Tuduhan ini diperkuat oleh ramainya tagar #JusticeForZara, yang menuntut keadilan dan transparansi.
Beberapa pihak juga menyoroti kemungkinan keterlibatan pelajar yang datang dari keluarga berpengaruh, yang kemudian segera dibantah baik oleh pihak sekolah, keluarga, maupun pemerintah Sabah. Aparat menegaskan bahwa tidak ada toleransi terhadap bullying, dan semua pihak yang terlibat akan diproses sesuai hukum.