Angka Putus Sekolah di Kabupaten Bogor Tinggi, Bacaleg Partai Perindo Ungkap Penyebabnya
JAKARTA, iNews.id - Angka putus sekolah di Kabupaten Bogor terbilang cukup tinggi. Berdasarkan data Dapodik Pusat Data Informasi (Pusdatin) 2022, tercatat ada 1.706 anak dari jenjang SD, SMP, hingga SMA di kabupaten itu berhenti sekolah.
Menanggapi hal ini, Bacaleg DPRD Provinsi Jawa Barat Dapil 6 Partai Perindo, sekaligus pengurus DPD Partai Perindo Kabupaten Bogor, Sumarwan Sastra mengatakan, tingginya angka siswa putus sekolah tersebut terjadi sejak pandemi Covid-19.
Pada saat itu, siswa yang berada di wilayah pelosok banyak terkendala akses metode belajar menggunakan handphone, susah sinyal dan pendapatan keluarga turun.
"Sehingga secara ekonomi mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan sekolah anaknya gitu," kata Sumarwan dalam Podcast Aksi Nyata #DariKamuUntukIndonesia bertajuk 'Miris! Angka Putus Sekolah di Kabupaten Bogor Meningkat', Senin (4/9/2023).
Selain itu, proses verifikasi yang dilakukan pihak sekolah dalam sistem zonasi siswa terkadang membuat banyak siswa yang tinggal dekat sekolah tidak bisa diterima. Para siswa pun tak punya pilihan selain harus ke sekolah swasta yang biayanya sangat mahal.
"Karena banyak yang jaraknya jauh keterima, yang jaraknya dekat tidak terima, itu salah satu yang harus diperhatikan, makanya saya mengharapkan benar-benar pemerintah atau Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor ini mereview ulang (sistem zonasi)," ucap dia.
Selain itu, dari sisi kebijakan ada beberapa hal lain yang harus diperhatikan Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, seperti infrastruktur bangunan sekolah negeri yang rusak, pungutan liar saat pendaftaran ulang, hingga gaji tenaga pendidik atau guru honorer yang jauh di bawah upah minum Kabupaten/Kota (UMK).
"Di sini saya mengharapkan lagi bahwa pemerintah harus memperhatikan bangunan sekolah, guru dan kualitas guru," katanya.
Senada dengan Sumarwan, Bacaleg DPRD Kabupaten Bogor Dapil 6 Partai Perindo Edi Umar Dani juga menyampaikan, permasalahan belum meratanya penyerapan pendidikan di Kapubaten Bogor tersebut dikarenakan jarak sekolah negeri yang terlalu jauh dari rumah siswa.
Banyak siswa yang memilih putus sekolah dan membantu orang tuanya menopang ekonomi keluarga daripada harus belajar di sekolah swasta yang biayanya sangat mahal.
"Kami mencoba menjembatani, insya Allah kalau memang kita berkolaborasi dengan pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan (memperbanyak) sekolah-sekolah negeri, khususnya di tingkat kecamatan sehingga dapat terjangkau oleh masyarakat yang ada di pelosok-pelosok untuk masuk sekolah," katanya.
Editor: Reza Fajri