Awas, Penipuan Berkedok Kemanusiaan Memanfaatkan Situasi Pandemi
JAKARTA, iNews.id - Melonjaknya pasien Covid-19 akibat varian Delta di Indonesia membuat banyak toko obat dan alat kesehatan (alkes) bahkan peti jenazah kehabisan stok. Di tengah deraan kesulitan ini, muncul beragam aksi kemanusiaan.
Perseorangan, komunitas, hingga korporasi hadir dengan kegiatan filantropi. Mereka membantu penyediaan berbagai kebutuhan bagi warga yang terpapar.
Namun di tengah ujian mahaberat ini, sangat disayangkan, muncul segelintir orang tak berperikemanusiaan. Mereka memanfaatkan situasi ini dengan melakukan aksi penipuan.
Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Pol Auliansyah Lubis mengaku menerima laporan tentang penjualan tabung oksigen di pasar online (marketplace). Pembeli membayar mahal, namun barang ternyata tak diterima.
Di Tulungagung, Jawa Timur, viral tentang dugaan tabung oksigen palsu untuk penderita Covid-19. Polisi yang mengusut kasus ini menyebut, tabung itu sesungguhnya berisi oksigen asli. Namun kuantitasnya jauh dari standar.
“Polres Tulungagung telah menguji kandungan isi tabung oksigen tersebut. Hasilnya berisi oksigen asli, tapi kadarnya hanya 22,68 persen, jauh berkurang dari standar medis 99,5 persen,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jatim Kombes Pol Farman, belum lama ini.
Pada Jumat (23/7/2021) Presiden Joko Widodo melakukan sidak ke satu apotek di Kota Bogor, Jawa Barat untuk mengecek persediaan obat Covid-19 di pasaran. Hasilnya obat antivirus yang dicari yakni Oseltamivir dan Favipiravir tidak ditemukan.
Kelangkaan obat di pasaran memunculkan dugaan banyak pihak-pihak menimbun obat. Mereka lantas menjual di pasar online dengan harga melonjak.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Roby Muhamad menyayangkan di tengah banyaknya masyarakat berjibaku meringankan beban masyarakat terdampak, muncul oknum-oknum yang memanfaatkan situasi pandemi untuk mengeruk keuntungan pribadi. Tindakan ini dinilainya muncul akibat sifat hewani yang mendominasi.
"Tentu ada saja sekelompok kecil manusia yang berusaha memanfaatkan penderitaan. Sifat ini muncul di pribadi atau kelompok yang semangat kompetisi kebinatangan jauh lebih dominan daripada sifat tolong menolong," kata Roby saat dihubungi iNews.id, Rabu (28/7/2021).
Sosiolog bidang jejaring sosial itu menjelaskan, ada sejumlah hal yang memengaruhi hingga seorang tega berbahagia di atas kesusahan orang. Salah satunya tidak mengenal atau terlatih menggunakan teknologi sosial tolong menolong.
Hal senada disampaikan Sosiolog Universitas Nasional, Sigit Rochadi. Menurutnya, banyak orang tega mendulang keuntungan di tengah kesulitan orang lain.
Kendati demikian, bukan berarti hal ini membuat orang lain harus berhenti menolong sesama. Jangan sampai hal itu menghalangi untuk melakukan hal baik atau menebar virus kebaikan.
"Terlepas ada saja orang yang memanfaatkan, karena penumpang gelap seperti itu pasti ada. Pembonceng gratis itu selalu ada. Tapi itu bukan persoalan besar yang kemudian menghentikan aksi solidaritas," kata dia.
Roby menilai hal yang perlu diperhatikan agar terhindar dari penipuan mengatasnamakan kemanusiaan adalah dengan menelisik track record orang atau lembaga tersebut. Pastikan mereka sebagai sosok/lembaga kredibel.
"Atau orang-orangnya memang bisa dipercaya secara pribadi," kata dia.
Editor: Zen Teguh