Dokter Tjetjep: Menghirup Gas CO Terlalu Banyak Sebabkan Kematian
JAKARTA, iNews.id - Korban meninggal pada musibah kebakaran di Gedung Karya Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Jakarta, diduga karena terpapar asap. Meski api yang melalap gedung tinggi di wilayah ring I itu cepat dijinakkan, tidak dengan asap yang terlanjur memenuhi setiap lantai.
Pihak Kemenhub menyebutkan petugas pemadam kebakaran sempat kesulitan melakukan evakuasi karena asap tebal di gedung tersebut. Asap pekat tersebut masuk ke setiap lantai karena di dalam gedung ada lorong yang menembus dari basement hingga top roof. Asap tebal adalah gas karbon monoksida (CO), jika dihirup terlalu banyak akan menyebabkan kematian.
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) Forensik RSCM dr Tjetjep Dwidja Siswaja mengatakan, tiga korban kebakaran di Gedung Kemenhub meninggal karena terlalu banyak menghirup gas CO atau karbon monoksida. Hal ini disimpulkan setelah melakukan pemeriksaan luar.
Tjetjep menjelaskan, gas karbon monoksida berasal dari pembakaran yang tidak sempurna. Jika terhirup terlalu banyak dapat membahayakan tubuh. Misalnya, korban dapat merasa pusing, mual, dan sesak napas.
"CO kalau unuk tubuh manusia itu bahaya kalau pada kadar-kadar tertentu. Kalau terpapar dalam jumlah banyak bisa menyebabkan kematian," ujar Tjetjep kepada iNews.id di RSCM, Jakarta, Minggu (8/7/2018).
Dia mengatakan, gas CO memiliki daya afinitas (daya ikat) yang tinggi berkali lipat terhadap pengikatan hemoglobin (hb) dalam darah yang membawa oksigen ke seluruh tubuh. "Kalau CO itu mengikat hb, maka nanti hb-nya itu nggak bisa mengikat oksigen. Sehingga, jika korban menghirup CO yang terlalu banyak dan tidak segera mendapat oksigen, dapat menyebabkan kematian." katanya.
Dokter Tjetjep juga mengimbau jika seseorang terpapar CO dianjurkan segera mencari jalan keluar dari lokasi asap dan segera mengirup oksigen. Karena, masuknya oksigen ke dalam tubuh dalam melepas gas CO yang sudah masuk ke dalam tubuh.
"Secara berangsur-angsur CO pada hb-nya akan lepas jika tubuh mendapat oksigen." ujar Tjetjep.
Editor: Azhar Azis