Heboh Restoran di Jaksel Sajikan Pasta Babi ke Pembeli Muslim, Ternyata Tak Kantongi Sertifikat Halal
JAKARTA, iNews.id - Viral restoran di Kemang, Jakarta Selatan (Jaksel) memberikan konsumen Muslim masakan berbahan daging babi, padahal yang bersangkutan memesan pasta dengan daging sapi. Kementerian Agama (Kemenag) pun langsung menerjunkan tim pengawas.
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag, Muhammad Aqil Irham mengungkapkan Restoran Mamma Rosy itu ternyata tidak mengantongi sertifikat halal.
"BPJPH sudah menurunkan tim pengawasan ke restoran tersebut. Ternyata, restoran tersebut tidak memiliki sertifikat halal," kata Aqil dikutip dalam laman resmi Kemenag, Jumat (16/6/2023).
Restoran itu juga tidak terdaftar pada Sihalal yang merupakan sistem layanan sertifikasi halal BPJPH. Selain itu, Aqil juga mengatakan menu resto tersebut memang menawarkan menu nonhalal dan minuman beralkohol.
Belajar dari hal tersebut, Kepala BPJPH Aqil Irham mengingatkan pentingnya penerapan jaminan produk halal. Dalam aturan terkait jaminan produk halal, bukan saja ada kewajiban untuk bersertifikat bagi produk yang halal. Tetapi juga kewajiban untuk mencantumkan status produk jika dibuat dari bahan nonhalal.
Dengan demikian, Aqil pun meminta kepada konsumen Muslim agar sebaiknya memperhatikan menu pada restoran yang akan didatangi.
"Konsumen Muslim hendaknya memastikan terlebih dahulu status kehalalan produk yang akan dikonsumsi. Caranya, dengan memastikan apakah produk yang akan dikonsumsi tersebut sudah bersertifikat halal atau belum," kata Aqil.
"Tetapi, jika memang produk berasal dari bahan nonhalal, tentu dikecualikan dari kewajiban bersertifikat halal. Di situ lah pentingnya pelaku usaha wajib memberikan keterangan tidak halal pada produk nonhalal," ucapnya.
Sesuai ketentuan PP Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal, Pasal 2 mengatur produk yang berasal dari bahan yang diharamkan dikecualikan dari kewajiban bersertifikat halal.
"Produk nonhalal tersebut wajib diberikan keterangan tidak halal," ujar Aqil.
Keterangan tidak halal tersebut sesuai ketentuan pada Pasal 92 yang dapat berupa gambar, tanda, dan/atau tulisan yang dicantumkan pada kemasan produk, bagian tertentu dari produk, dan/atau tempat tertentu pada produk. Sedangkan Pasal 93 menyebutkan produk yang berasal dari bahan yang diharamkan wajib mencantumkan keterangan tidak halal berupa gambar, tulisan, dan/atau nama bahan dengan warna yang berbeda pada komposisi bahan.
"Pencantuman keterangan tidak halal harus mudah dilihat dan dibaca serta tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," ujarnya.
Dengan demikian, pelaku usaha wajib memberikan informasi yang benar terkait status kehalalan produknya. Sebab, terdapat ancaman sanksi jika hal itu dilanggar.
"Negara kita memiliki Undang-Undang Jaminan Produk Halal dan juga Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Semuanya wajib kita taati," tuturnya.
Lebih lanjut, pada pasal 149 PP tersebut menyatakan pelanggaran terhadap penyelenggaraan jaminan produk halal dikenakan sanksi administratif bagi pelaku usaha, mulai dari peringatan tertulis, denda, pencabutan sertifikat halal, dan/atau penarikan barang dari peredaran.
"Pemberlakuan sanksi ini akan secara efektif diterapkan sejak diberlakukannya kewajiban bersertifikat halal yang akan dimulai pada Oktober 2024 mendatang. Namun kami imbau agar pelaku usaha bersegera melaksanakan apa-apa yang menjadi kewajibannya sesuai regulasi yang berlaku," kata dia.
Editor: Rizal Bomantama