Jadi Dalang Kekerasan di Duri Kosambi dan Tangerang, John Kei Kembali Masuk Bui
JAKARTA, iNews.id – Warga Duri Kosambi, Jakarta Barat dan Green Lake City Tangerang, Banten digegerkan dengan rentetan aksi kekerasan yang terjadi di hari yang sama tanggal 21 Juni 2020. Bahkan dua kejadian itu berlangsung di waktu yang hampir bersamaan.
Yang pertama yaitu peristiwa penembakan di Green Lake City yang berada di Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang. Sekitar pukul 12.00 WIB warga dikejutkan dengan peristiwa penembakan di satu rumah milik Nus Kei.
Peristiwa itu bermula saat empat mobil mendatangi Klaster Australia yang menjadi tempat kejadian. Satuan pengamanan (satpam) yang berjaga pun menghentikan rombongan untuk melihat identitas.
Namun saat membuka jendela, penumpang mobil yang paling depan yaitu Toyota Alya warna putih bernomor polisi B 253 SID langsung menodongkan senjata api kepada satpam tersebut. Melihat satpam tak berkutik, mobil tersebut langsung masuk diikuti mobil lainnya yang bernomor polisi B 2394 AE, Toyota putih B 114 EVE dan B 8300 PG.
Orang-orang tersebut kemudian meneror rumah nomor 52 dengan sejumlah tembakan senjata api dan senjata tajam. Setelah beraksi, rombongan empat mobil ini keluar klaster dengan menabrak pagar perumahan yang sudah ditutup satpam hingga jebol.
Satu satpam terluka karena ditabrak salah satu mobil. Tak hanya itu rombongan ini juga mengumbar tembakan hingga mengenai kaki satu pengemudi ojek online yang kebetulan berada di lokasi.
Tak berselang lama dari kejadian itu, kekerasan juga terjadi di Pertigaan ABC, Jalan Kresek Raya, Duri Kosambi, Cengkareng sekitar pukul 13.00 WIB. Kedua aksi kekerasan itu diduga dilakukan oleh kelompok yang sama.
Berdasarkan keterangan saksi, korban bernama Yustus Corwing Rahakbau (46) awalnya mengendarai sepeda motor melintas dari arah ABC menuju Jalan Kresek Raya. Mendadak dia dihadang lima orang bersenjata parang.
Mereka seketika menyerang Yustus. Terkena sabetan parang, Yustus tersungkur dari sepeda motornya. Dia pun berupaya kabur. Namun pelaku memburunya. Yustus tertangkap. Tanpa ampun pelaku kembali membacoknya bertubi-tubi. Yustus terkapar bersimbah darah.
Tak cukup sampai di situ, seorang pelaku yang mengendarai mobil melindas tubuh korban. Setelah itu mereka kabur. Akibatnya korban mengalami sejumlah luka bacok di tubuhnya dan akhirnya dinyatakan meninggal dunia.
Bahkan dua jari korban putus setelah disabet parang pelaku. Tak lama, beberapa rekan korban datang dan membawanya ke rumah sakit Puri Kembangan, Jakarta Barat.
“Kejadian tadi siang pukul 13.00 WIB. Pelaku lima orang tak dikenal,” kata Kapolsek Cengkareng Kompol Khoiri, Minggu (21/6/2020).
Polisi langsung bergerak cepat mengusut dua peristiwa kekerasan yang mengegerkan masyarakat tersebut. Aparat pun mengidentifikasi John Kei menjadi dalang di balik dua peristiwa tersebut.
Tak pakai lama, pada Minggu (21/6/2020) malam polisi menggerebek rumah John Kei di Perumahan Tytyan Indah, Kali Baru, Medan Satria, Kota Bekasi, Jawa Barat. Sebanyak 22 orang ditangkap dalam penggerebekan ini tanpa perlawanan.
Dua di antara pelaku diidentifikasi sebagai C dan JK (John Kei) yang diduga sebagai dalang/eksekutor pembacokan di Duri Kosambi dan penembakan di Klaster Australia Green Lake City. Sejumlah barang bukti juga diamankan polisi dalam penggerebekan ini.
“Barang bukti yang diamankan yakni 28 tombak, 24 senjata tajam, 2 ketapel panah, 3 anak panah, 2 stik bisbol, 17 handphone, dan 1 dekorder hikvision,” ucap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus.
Keterlibatan John Kei dalam peristiwa ini mengagetkan. Pasalnya selama menjalani hukuman 16 tahun penjara karena keterlibatannya dalam pembunuhan berencana terhadap Ayung, John Kei mengaku bertobat dan banyak belajar agama.
John Kei mendapat remisi dengan total 36 bulan 30 hari. Pada 26 Desember 2019, John Kei menghirup udara bebas dengan status bebas bersyarat.
John Kei mendapatkan pembebasan bersyarat setelah tujuh tahun menjalani masa hukuman berdasarkan surat keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor: Pas-1502.PK.01.04.06 Tahun 2019 tertanggal 23 Desember 2019. Berdasarkan surat tersebut, John Kei secara resmi keluar dari penjara pada 26 Desember dan menjalani masa percobaan hingga 31 Maret 2025.
"Narapidana atas nama John Refra alias John Kei bin Pauliinus Refra telah bebas menjalani pembebasan bersyarat pada tanggal 26 Desember 2019," kata Kabag Humas Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Ade Kusmanto, Kamis (26/12/2019).
John Kei setelah keluar penjara menghabiskan waktu untuk aktivitas kerohanian sebagai pengkhotbah di gereja. Pada pertengahan Januari 2020 lalu, bersama Ninoy Karundeng, John Kei diperkenalkan secara terbuka sebagai kader Partai Kedaulatan dan Persatuan Indonesia (PKPI) dalam Perayaan Natal di Menara Kuningan, Jakarta Selatan.
Akibat dari ulahnya itu polisi menetapkan John Kei sebagai tersangka yang berujung pencabutan sementara status bebas bersyarat. John Kei ditetapkan tersangka karena melalui gelar perkara, polisi menemukan dia mengarsiteki dua aksi kekerasan tersebut.
Mulai dari menentukan imbalan kepada tersangka lain agar Nus Kei bisa dibawa ke hadapannya untuk menyelesaikan masalah tanah. Lalu John Kei juga memimpin rapat rencana penculikan Nus Kei yang tak lain adalah pamannya sendiri.
Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bogor mengeluarkan surat keputusan (SK) nomor W10.PAS.6-PK.01.05.02-2381 untuk mencabut sementara pembebasan bersyarat tersebut. John Kei dinilai telah melanggar aturan.
"Bahwa John Kei telah melakukan pelangaran ketentuan saat menjalankan masa pembebasan bersyaratnya dengan telah ditetapkannya sebagai tersangka," kata Kabag Humas dan Protokol Ditjen PAS Kemenkum HAM, Rika A, Sabtu (27/6/2020).
Berkas perkara John Kei pun kini sudah dilimpahkan ke Kejaksaan untuk segera disidang. John Kei dan tersangka lainnya dijerat pasal berlapis.
Mereka terancam Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, Pasal 88 KUHP tentang terkait permufakatan jahat, Pasal 351 KUHP mengenai penganiayaan, dan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan. Terakhir UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 atas kepemilikan sejumlah senjata tajam. Ancaman hukuman maksimal terhadap mereka yakni pidana mati.
Editor: Rizal Bomantama