Kajati DKI Pastikan Tak Ada Restorative Justice dalam Kasus Penganiayaan Mario Dandy kepada David
JAKARTA, iNews.id - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta Reda Manthovani menegaskan dalam kasus penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora (17) yang dilakukan oleh Mario Dandy Satriyo (20) dan Shane Lukas Rotua Pangodian Lumbantoruan (19) tidak dapat berlaku Diversi atau Restorative Justice. Proses hukum saat ini terus dikawal.
Hal tersebut disampaikan Reda terkait polemik pernyataan dirinya saat memberikan statement usai menjenguk korban David di RS Mayapada pada 16 Maret 2023.
"Saya bersama pengurus GP Ansor Ketua wilayah dari berbagai provinsi kami hendak mengklarifikasi terkait adanya pertanyaan yang ada di doorstop sehingga melenceng kemana-mana," ujar Reda, Minggu (19/3/2023) malam di lobby Swiss-Belhotel Kemayoran Jakarta Pusat.
Ia menjelaskan kehadiran para ketua GP Ansor daerah tersebut untuk menjelaskan terkait momen saat pihak Kajati DKI Jakarta hadir membesuk David. Para pengurus GP Ansor tahu apa yang dibicarakan dirinya dengan pihak keluarga.
"Kami hanya akan menyelesaikan perkara ini seprofesional mungkin sehingga tercapai rasa keadilan bagi masyarakat," ujar Reda Manthovani.
Restorative Justice yang Reda sampaikan pada 16 Maret 2023 silam yakni saat ada salah satu awak media yang bertanya di RS Mayapada. Isu yang ditanyakan terkait restorative justice kepada AG..
"Anak AG pelaku anak itu diatur dalam UU sistem peradilan anak. Korban David juga anak, itu diatur dalam UU Perlindungan Anak. Ini sama-sama anak. Di dalam kedua undang-undang tersebut ada konsep restorative justice yang dinamakan diversi. Karena ada wartawan yang bertanya, saya jelaskan terkait diversi perlu ada forum tawar-menawar dan perdamaian," tutur Reda Manthovani.
Reda menyebutkan saat pertanyaan yang disampaikan awak media tersebut ada kalimatnya yang terselip karena pertanyaan beberapa tidak terdengar (posisi doorstop ramai).
Namun Reda menegaskan bahwa konsep hukum anak ada konsep perdamaian. Perdamaian itu harus dilihat juga harus ada kesepakatan antara pelaku, korban, dan keluarga.
"Ada kriterianya tindak pidana apa yang dapat dikenakan.
Karena proses anak ada percepatan. Korban (David) sampai saat ini belum dapat berkomunikasi dengan baik sehingga mustahil bisa terjadi kesepakatan tersebut," ujar Reda Manthovani.
Konsep Restorative Justice yang dimaksud dalam perlindungan anak dan sistem peradilan anak itu dijelaskan Reda hanya untuk pelaku anak dalam hal ini AG.
"Namun ada beberapa persyaratan yang harus dilalui. Kriterianya RJ untuk batasan pidana di bawah lima tahun untuk yang dewasa. Apalagi tindak pidana pelanggaran berat itu tidak bisa, itu harus tindak pidana ringan," katanya.
Berkas AG kata Reda sudah masuk dalam proses penelitian berkas, sehingga kemungkinan dalam minggu ini Kejati DKI Jakarta akan menentukan sikap karena keterbatasan waktu tujuh hari.
"Nanti kalau pengembalian juga ada beberapa hal yang harus dilengkapi. Diperkirakan Minggu depan sudah selesai dan dapat dilimpahkan ke pengadilan," ujar dia.
Reda kembali menegaskan bahwa tidak akan pernah ada restoratif justice dalam kasus penganiayaan yang dilakukan Mario kepada David karena ada aturan mainnya.
"Itu (Restorative Justice) khusus tindak pidana ringan. Kalau ini tidak pidana berat. Korban menderita sangat berat atas perbuatan pelaku," katanya.
Reda Manthovani juga menjelaskan bahwa proses diversi AG itu tidak bisa diwakilkan. Berkas perkara AG kata Reda juga tidak dapat digabungkan dengan berkas Mario Dandy dan Shane Lukas.
"Perkaranya tidak akan digabungkan dengan dua perkara lain. Karena ini sistem peradilan anak jadi ada percepatan. Akan dilaksanakan dengan cepat sesuai hukum saja," kata Reda Manthovani.
Sebagaimana diketahui, kunjungan Kajati DKI Jakarta ke RS Mayapada beberapa waktu lalu menjadi polemik karena media justru mengangkat isu peluang perdamaian antara AG dan korban David sehingga seolah-olah kunjungan Kajati untuk menawarkan perdamaian kepada David atau keluarganya
Editor: Muhammad Fida Ul Haq