Kelakar Pramono Soal Cuaca Panas Ekstrem: Terpenting Jakarta Bahagia, Hati Tidak Panas
JAKARTA, iNews.id - Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menanggapi prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terkait cuaca panas ekstrem yang melanda sejumlah wilayah, termasuk Jakarta. Menurutnya, kondisi cuaca di Ibu Kota sejauh ini masih tergolong normal.
Namun, Pramono melontarkan kelakar bahwa hal yang paling penting adalah warga Jakarta tetap bahagia dan tidak merasa “panas” hatinya.
“Jadi, Jakarta sampai hari ini tidak seperti yang dilaporkan akan mengalami udara panas, karena udara di Jakarta sekarang ini terpantau masih normal,” kata Pramono kepada wartawan di Balai Kota Jakarta, Rabu (15/10/2025).
“Mudah-mudahan Jakarta tidak ada hawa panas. Yang penting Jakarta bahagia, hatinya enggak panas lah gitu,” tambahnya.
Lebih lanjut, Pramono menjelaskan bahwa berdasarkan koordinasi dengan BMKG, Jakarta dalam beberapa hari ke depan justru akan memasuki periode curah hujan dengan intensitas sedang.
“Kenapa saya sampaikan ini? Ketika saya mendapatkan berita ini, saya berkoordinasi dengan BMKG, dan BMKG menyampaikan bahkan dua, tiga, empat hari ke depan ini Jakarta curah hujannya adalah medium, menengah,” ujarnya.
Sementara itu, BMKG sebelumnya memprediksi bahwa fenomena panas ekstrem yang dirasakan di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Jakarta, akan mulai berkurang pada akhir Oktober hingga awal November 2025.
“BMKG memprediksi bahwa cuaca panas ekstrem ini akan mulai mereda pada akhir Oktober hingga awal November 2025, seiring dengan masuknya musim hujan dan meningkatnya tutupan awan,” kata Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, Rabu (15/10).
Guswanto menambahkan, beberapa faktor menyebabkan suhu udara terasa lebih menyengat dari biasanya. Di antaranya adalah pergeseran semu matahari ke wilayah selatan Indonesia yang meningkatkan intensitas radiasi matahari, minimnya tutupan awan, serta masa pancaroba peralihan dari musim kemarau ke musim hujan yang ditandai dengan suhu udara tinggi dan cuaca tidak menentu.
“Minimnya tutupan awan, sehingga sinar matahari langsung menyentuh permukaanbumi tanpa banyak hambatan. Kemudian masa pancaroba, yaitu peralihan dari musim kemarau ke musim hujan, yang biasanya ditandai dengan suhu udara yang tinggi dan cuaca yang tidak menentu,” ujar dia.
Editor: Komaruddin Bagja