Pemprov DKI Diminta Lebih Tegas pada Perusahaan yang Langgar PSBB
JAKARTA, iNews.id - Pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jakarta nyatanya belum mampu mengurangi kepadatan warga di tempat umum untuk mencegah penularan corona. Salah satu yang disorot yaitu masih ada sejumlah perusahaan di luar pengecualian yang masih memperkerjakan karyawan di kantor atau tempat kerja.
Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPRD DKI Jakarta, Judistira Hermawan mengapresiasi tindakan Pemprov Jakarta yang telah menentukan perusahaan sektor apa saja yang masih boleh beroperasi selama PSBB. Sayangnya dia melihat masih banyak di luar pengecualian yang masih beroperasi.
"Banyak dunia usaha yang kelihatannya belum tersosialisasi dengan baik," kata Judis saat dihubungi wartawan, Kamis (16/4/2020).
Menurut dia, masih banyak orang-orang yang masuk ke Jakarta untuk tetap bekerja. Hal itu ditunjukkan dengan banyaknya masyarakat yang masih memadati stasiun-stasiun untuk naik kereta listrik (KRL). Bahkan menurutnya, jalanan ibu kota mulai dipadati kembali oleh kendaraan pribadi yang membuat macet sejumlah wilayah Jakarta.
"Dibandingkan dua minggu lalu, hari ini kita lihat di jalan makin macet. Ini berarti ada satu indikasi yang menunjukkan PSBB belum berjalan dengan baik," ujarnya.
Oleh karena itu, Judis meminta kepada Pemprov Jakarta lebih tegas menertibkan perusahaan-perusahaan yang masih menjalankan aktivitasnya. Menurutnya, dalam keadaan darurat seperti ini, pemprov tak perlu menunggu sampai tiga kali memberikan surat peringatan kepada perusahaan yang membandel.
"Kalau diberi peringatan pertama tapi belum juga mengikuti aturan PSBB, langsung cabut izin. Itu sanksinya cabut izin usaha," katanya.
Berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 33 Tahun 2020 Pasal 10 dijelaskan hanya ada 11 sektor usaha yang diizinkan beroperasi selama PSBB.
Sebelas sektor tersebut yaitu kesehatan; bahan pangan, makanan, minuman; energi; komunikasi dan teknologi informasi; keuangan; logistik; perhotelan; konstruksi; industri strategis; pelayanan dasar, utilitas publik dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu; dan kebutuhan sehari-hari.
Editor: Rizal Bomantama