Pramono Kaji Ulang Subsidi Transportasi Imbas Dana Transfer ke Jakarta Dipangkas Rp15 Triliun
JAKARTA, iNews.id - Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung bakal mengkaji ulang subsidi transportasi umum imbas pemangkasan dana transfer ke daerah atau dana bagi hasil (DBH) dari pemerintah pusat hampir Rp15 triliun. Pemangkasan DBH membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jakarta 2026 turun dari Rp95,35 triliun menjadi Rp79,06 triliun.
"Contohnya, subsidi transportasi kita kan besar sekali. Karena sekarang mau kemana aja kan bayarannya Rp3.500 ini belum tentu dinaikkan ya, saya hanya menyampaikan contohnya. Nah berbagai hal yang seperti-seperti itu, apakah subsidi transportasi, karena subsidi transportasi kita itu per orang bisa hampir Rp15.000, sedangkan dengan berbagai hal kami akan kaji kembali termasuk hal-hal lain," ujar Pramono di Balai Kota Jakarta dikutip Rabu (8/10/2025).
Pramono menegaskan untuk program prioritas terutama bagi masyarakat tidak mampu tidak terganggu sama sekali dengan pemangkasan anggaran.
"Yang jelas program prioritas bagi warga tidak mampu atau kurang beruntung tidak kami ganggu sama sekali," katanya.
Menanggapi wacana itu, Anggota DPRD DKI Jakarta Komisi B Ade Suherman meminta agar efisiensi anggaran tidak mengurangi kualitas pelayanan transportasi publik bagi masyarakat di ibu kota.
“Pemangkasan anggaran memang bagian dari efisiensi, tapi prinsipnya pelayanan publik harus tetap maksimal. Warga Jakarta bergantung pada transportasi umum seperti Transjakarta, MRT, dan LRT. Maka efisiensi jangan sampai menurunkan kenyamanan dan keselamatan mereka,” ucap Ade.
Ade menjelaskan berdasarkan data, subsidi Public Service Obligation (PSO) untuk Transjakarta pada tahun 2023 sempat dipangkas Rp336 miliar dari usulan awal sebesar Rp3,9 triliun. Meski demikian, layanan operasional TransJakarta tetap berjalan normal.
Pada tahun 2024, PT Transjakarta berhasil menekan rasio subsidi per pelanggan menjadi hanya Rp9.831 per penumpang, dengan peningkatan jumlah armada hingga 4.388 unit dan 235 rute yang melayani seluruh wilayah Jakarta. Pendapatan non-tiket (non-farebox) juga meningkat signifikan mencapai Rp218,4 miliar, naik 3,5 kali lipat dibanding 2 tahun sebelumnya.
Politisi PKS itu menilai capaian tersebut menunjukkan bahwa efisiensi dapat dilakukan tanpa mengorbankan pelayanan kepada masyarakat.
“Transjakarta bisa menjadi contoh bahwa efisiensi bukan berarti pemangkasan layanan. Tapi DPRD tetap akan menjalankan fungsi pengawasan agar efisiensi ini tidak berimbas pada kualitas,” ucapnya.
Editor: Donald Karouw