Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Tokoh Banten TB Sangadiah Wafat, Partai Perindo: Sosok Ulama dan Pendekar Pemersatu
Advertisement . Scroll to see content

Sejarah Wilayah Tambora Jakbar dan Kisah Perjuangan 2 Ulama Melawan Belanda di Batavia

Sabtu, 11 Desember 2021 - 06:54:00 WIB
Sejarah Wilayah Tambora Jakbar dan Kisah Perjuangan 2 Ulama Melawan Belanda di Batavia
Masjid Jami Tambora di Tambora, Jakarta Barat menjadi cikal bakal permukiman di wilayah tersebut. (Foto: senibudayabetawi.com)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Wilayah Tambora di Jakarta Barat (Jakbar) dikenal sebagai permukiman padat penduduk di DKI Jakarta. Bahkan pada tahun 2018 wilayah Kali Anyar di Tambora tercatat sebagai permukiman terpadat di Asia Tenggara.

Sebagai daerah yang padat penduduk serta rumah yang berdempetan, wilayah Tambora selalu menghadapi ancaman yang sama dari tahun ke tahun yaitu kebakaran. Bahkan beberapa waktu lalu terjadi kebakaran yang menewaskan lima orang.

Di balik persoalan yang ada, Tambora ternyata memiliki sejarah panjang dalam membentuk peradaban di Jakarta bahkan Indonesia. Dikutip dari lama senibudayabetawi.com, Sabtu (11/12/2021), nama Masjid Jami Tambora menjadi cikal bakal nama daerah tersebut.

Masjid ini merupakan salah satu masjid tertua di Jakarta yang didirikan sejak 300 tahun lalu. Keberadaan Masjid Jami Tambora tak lepas dari perjuangan dua tokoh agama yakni KH Moestojib dan Ki Daeng. 

Dua tokoh ini berasal dari Ujung Pandang (Makassar sekarang) dan lama tinggal di Sumbawa, Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk menyebarkan Islam. Nama Tambora juga merujuk pada Gunung Tambora.

Pada tahun 1176 H (1756 M), KH Moestojib dan Ki Daeng dikirim ke Batavia oleh Belanda karena menentang dan dihukum paksa selama lima tahun. Usai dihukum, mereka berdua tak bisa kembali ke Sumbawa karena bersamaan dengan meletusnya Gunung Tambora. Dua ulama itu pun membangun masjid bernama Masjid Tambora.

Anggota Seksi Pendidikan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Tambora, Muhammad Zubaedi Sumarna menuturkan setelah masjid berdiri, pergerakan KH Moestojib dan Ki Daeng masih juga diawasi tentara NICA.

“Dulu mereka (kompeni Belanda) selalu membawa kapal dan mencari-cari KH Moestojib dan Ki Daeng di masjid ini. Tapi, mereka berdua selalu tak ditemukan,” ujar pria yang akrab disapa Bang Didi ini dikutip dari senibudayabetawi.com.

Ternyata keduanya bersembunyi di balik kubah masjid. Mereka kerap mengintai kalau ada tentara Belanda datang. Menurut Bang Didi, tempat persembunyian di balik kubah itu memiliki tangga penghubung langsung dari bawah. Namun,  setelah renovasi tangga di bawah dihilangkan.

Sebagai bentuk penghormatan, dua makam KH Moestojib dan Ki Daeng diletakkan di depan Masjid Tambora. Dua pendiri masjid ini meninggal sekitar 1836.

Makam KH Moestojib dan Ki Daeng yang berada di depan Masjid Jami Tambora. (Foto: senibudayabetawi.com)
Makam KH Moestojib dan Ki Daeng yang berada di depan Masjid Jami Tambora. (Foto: senibudayabetawi.com)

Perjuangan KH Moestojib dan Ki Daeng dilanjutkan Imam Saiddin. Setelah itu terjadi beberapa kali pergantian pimpinan. Terakhir pada 1370 H (1950 M) di mana pimpinan dipegang oleh Madsupi dan kawan-kawan di Gang Tambora.

Tahun 1945, masjid itu sempat dijadikan markas perjuangan hingga pernah diserang tentara NICA. Kemudian, perawatan dan perlindungan masjid diteruskan Yayasan Masjid Jami Tambora yang dipimpin Haji Memed (1959).

Berdasarkan data kependudukan pada 2020, penduduk di Kecamatan Tambora berjumlah 241.889 jiwa dengan kepadatan penduduk 44.794 jiwa/km persegi. Ada 11 kelurahan di Kecamatan Tambora yakni Tanah Sareal, Tambora, Roa Malaka, Pekojan, Jembatan Lima, Krendang, Duri Utara, Duri Selatan, Kali Anyar, Jembatan Besi, dan Angke.

Editor: Rizal Bomantama

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut