Solusi Atasi Pencemaran Air di Jakarta, Pemprov DKI Siapkan SPALD-T
JAKARTA, iNews.id - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta menyiapkan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Terpusat (SPALD-T) skala perkotaan dan permukiman yang terdiri dari pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan Jaringan Perpipaan. Pembangunan SPALD-T skala perkotaan dan permukiman dinilai menjadi solusi untuk menjawab persoalan pencemaran air di tengah pertambahan penduduk.
Kepala Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta, Juaini Yusuf, mengatakan, keberadaan IPAL dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan akses pelayanan air limbah, perbaikan kualitas lingkungan pada air permukaan dan air tanah serta menjadi sumber alternatif air baku sebagai sumber air bersih di lingkungan masyarakat. Sistem itu nantinya terdiri dari pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan jaringan perpipaan.
“Pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi di Jakarta jika tidak disertai perbaikan sistem pengelolaan pembuangan air limbah domestik akan mengakibatkan air tercemar. Selain itu, perbaikan dan pengembangan sistem pengelolaan air limbah terpusat dapat meningkatkan kualitas kesehatan dan lingkungan. Keberadaan IPAL ini juga dapat mencegah timbulnya penyakit bawaan air (waterborne disease) yang disebabkan oleh buruknya kualitas air permukaan dan air tanah,” ujar Juaini di Jakarta beberapa waktu lalu.
Dia menuturkan, SPALD-T skala perkotaan dapat mengelola air limbah domestik di wilayah perkotaan, regional dengan minimal layanan 20.000 jiwa. Sementara, pada cakupan pelayanan SPALD-T komunal skala permukiman, dapat mengelola air limbah domestik untuk melayani 500-6.000 jiwa untuk setiap SPALD-T permukiman yang terbangun. Adapula skala kawasan tertentu yang mencakup kawasan komersial dan kawasan rumah susun.
Upaya tersebut, kata dia sesuai Peraturan Menteri (Permen) PUPR No.4 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik, sebagai pedoman bagi penyelenggara SPALD untuk memberikan pelayanan pengelolaan air limbah domestik kepada seluruh masyarakat.
“Kami juga bekerja sama dengan PD PAL Jaya untuk meningkatkan sanitasi bagi masyarakat dengan melakukan pengolahan air limbah domestik sistem setempat melalui revitalisasi tangki septik. Pembangunan SPALD skala permukiman sistem setempat ini juga akan terus dilakukan terutama pada kawasan permukiman yang dinilai membutuhkan akses sanitasi yang layak,” tuturnya.
Dalam sistem pengolahan air limbah domestik, ada beberapa tahapan yang harus dilalui sebelum dialirkan ke badan air, mulai dari pengolahan awal yang berfungsi menyisihkan partikel berukuran besar, seperti pasir, kayu, plastik dan lain-lain. Kemudian, melalui proses pengolahan primer yang umumnya menggunakan pengolahan fisis, dilanjutkan dengan tahap pengolahan sekunder yang umumnya menggunakan sistem pengolahan biologis yang bertujuan untuk mendekomposisi materi organik dalam air limbah yang merupakan sumber pencemar, antara lain dengan sistem lumpur aktif (activated sludge), Membrane Bioreactor (MBR), Biofilter dan lainnya.
Selanjutnya, tahap akhir dilakukan proses desinfeksi untuk menghilangkan organisme pathogen (yang berbahaya bagi kesehatan) dan dari hasil akhir ini diharapkan sudah dapat mencapai baku mutu air limbah domestik yang ditetapkan. Pengolahan lanjutan bisa dilakukan untuk mencapai air hasil olahan yang lebih baik untuk dimanfaatkan kembali (recycle).
Sementara waktu yang dibutuhkan IPAL dalam melakukan proses pengolahan biologis secara berkala selama 24 jam per hari. Mengolah air limbah dibutuhkan waktu tertentu dari proses awal pengolahan hingga akhir.
Perkiraan waktu pengolahan tersebut disesuaikan dengan jenis teknologi yang digunakan dan target pengolahannya, sebagai contoh teknologi A2O (Anoxic, Anaerobic dan Oxic Process), yaitu pengolahan air limbah yang bertujuan menyisihkan Nitrogen, Fosfor, dan materi organik lainnya dalam air limbah, dan teknologi MBR (Membrane Bioreactor) yakni berfungsi untuk menyisihkan materi organik air limbah dengan menggunakan teknologi membran yang bisa menghasilkan kualitas air olahan yang baik dan dapat digunakan sebagai sumber air baku.
Total keseluruhan zona pembangunan SPALD-T skala perkotaan yang direncanakan melalui Program pembangunan Jakarta Sewerage System, yaitu 15 zona dengan zona 0 sebagai zona eksisting (Waduk Setiabudi) dan 5 zona prioritas (zona 1, 2, 5, 6 dan 8).
Berikut daftar rencana calon Lokasi IPAL 14 zona, luasan area IPAL dan kapasitas pengolahannya :
1. Waduk Pluit, berkapasitas 240.000 m3/hari dengan luas 3,9 ha
2. Waduk Muara Angke, berkapasitas 21.000 m3/hari dengan luas 0,8 ha
3. Hutan Kota Srengseng, berkapasitas 103.680 m3/hari dengan luas 4 ha
4. IPLT Pulo Gebang, berkapasitas 300.000 m3/hari dengan luas 8,7 ha
5. Waduk Sunter Utara, berkapasitas 129.600 m3/hari dengan luas 4,6 ha
6. IPLT Duri Kosambi, berkapasitas 282.000 m3/hari dengan luas dengan luas 6 ha
7. Rencana Waduk Kamal Pegadungan, berkapasitas 69.120 m3/hari dengan luas 3,9 ha
8. Rencana Waduk Marunda, berkapasitas 160.000 m3/hari dengan luas 6 ha
9. Rencana Waduk Rawa Rorotan, berkapasitas 85.996 m3/hari dengan luas 2,9 ha
10. IPLT Pulo Gebang, berkapasitas 300.000 m3/hari dengan luas 8,7 ha
11. Rencana Waduk Ulujami, berkapasitas 252.572 m3/hari dengan luas 5,9 ha
12. Kebun Binatang Ragunan, berkapasitas 88.862 m3/hari dengan luas 3,1 ha
13. Rencana Waduk Kampung Dukuh, berkapasitas 168.596 m3/hari dengan luas 5,7 ha
14. Rencana Waduk RW 05, Ceger, berkapasitas 98.763 m3/hari dengan luas 3,6 ha
Selain itu, Jakarta merupakan salah satu kota dengan kualitas udara yang buruk, sehingga banyak orang meyakini sumber utama polusi udara di Jakarta karena polutan atau emisi yang dihasilkan oleh transportasi darat hilir-mudik di Ibu Kota.
Hasil penelitian terbaru menunjukkan, pemicu utama yang cukup signifikan dalam pencemaran udara di Jakarta karena emisi tidak bergerak yang datang dari daerah lintas batas dengan Jakarta. Laporan terbaru itu diluncurkan oleh lembaga penelitian Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA), Selasa (11/8/2020).
Analis CREA, Isabella Suarez dalam pemaparannya menjelaskan, sumber emisi tidak bergerak yang mencemari ruang udara Jakarta bisa berasal dari pembangkit listrik batu bara, pabrik dan fasilitas industri lainnya.
Diketahui, ruang udara Jakarta mencakup area di mana emisi memengaruhi kualitas udara yang luasnya melampaui batas administratif Provinsi Jakarta itu sendiri, di antaranya Tangerang, Bogor, Depok, Bekasi, Puncak dan Cianjur, bahkan meluas hingga Sumatera Selatan, Lampung dan Jawa Tengah.
Editor: Kurnia Illahi