Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Megawati di Seminar Internasional: Bung Karno Ayahku, Pemimpin dan Pahlawan Kita
Advertisement . Scroll to see content

Tragedi Cikini, Bung Karno Nyaris Tewas Dibunuh dengan Ledakan 5 Granat di Sekolah Guntur dan Mega

Senin, 24 Januari 2022 - 19:54:00 WIB
Tragedi Cikini, Bung Karno Nyaris Tewas Dibunuh dengan Ledakan 5 Granat di Sekolah Guntur dan Mega
Presiden Soekarno menghadiri acara ulang tahun Sekolah Perguruan Cikini (Percik) Jakarta, pada 30 November 1957. (Foto: Istimewa)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Sejarah mencatat Soekarno pernah berkali-kali mengalami upaya pembunuhan selama menjabat Presiden Indonesia, sedikitnya tujuh kali. Salah satu yang paling mengerikan saat Bung Karno dilempari granat di Sekolah Perguruan Cikini (Percik) Jakarta, pada 30 November 1957. 

Hari itu, Bung Karno menghadiri perayaan ulang tahun ke-15 Percik sekaligus acara malam amal. Dia datang bukan sebagai presiden, tapi orang tua dari dua anaknya yang bersekolah di sana, Megawati Soekanorputri dan Guntur Soekarnoputra.

Namanya acara amal dan peringatan hari ulang tahun, sekolah ramai dengan tamu. Jumlahnya diperkirakan 500 orang. Mereka yang hadir termasuk juga anak-anak, para pengajar, anak-anak serta penonton yang berdiri di tengah hujan.

Bung Karno saat itu berjalan keluar meninggalkan lokasi acara di Sekolah Perguruan Cikini. Tiba-tiba ada sejumlah granat yang dilemparkan menyasar Bung Karno dan rombongan. 

Soekarno yang jelas jadi sasaran nyaris tewas akibat serangan ledakan granat. Dengan kesigapan para pengawal, Bung Karno selamat. Namun, ledakan lima granat itu mengakibatkan sembilan orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka.

Peristiwa Cikini ini tidak bisa dilupakan oleh putri Soekarno, Megawati Soekarnoputri, sekaligus Presiden ke-5 RI. Dikutip iNews.id dari berita SINDONews "Mega Kenang Granat Cikini Sasar Bung Karno 60 Tahun Lalu" pada Kamis, 30 November 2017, Megawati mengatakan, saat itu dia mendapat tugas menjaga pameran. 

"Saat itu ada acara ulang tahun sekolah. Kebetulan saya mendapat tugas menjaga pameran. Kakak saya (Guntur) bertugas menjaga permainan. Ayah saya datang sebagai orang tua murid, bukan sebagai presiden," kata Megawati. 

Menurut Megawati, ratusan korban ledakan granat itu kebanyakan teman-temannya, murid Perguruan Cikini. Mereka termasuk yang meninggal dunia dan luka-luka. Ada pula yang cacat seumur hidup.

"Peristiwa ini tidak akan pernah terlupakan karena korbannya dari kawan-kawan saya saja ada 100 orang, baik yang meninggal dunia, luka parah, maupun luka ringan. Beberapa bahkan cacat seumur hidup," kata Megawati saat itu. 

Tidak hanya korban, Megawati juga mengaku masih mengingat betul nama teroris yang melemparkan granat-granat ke arah ayahnya dan rombongan kala itu. 

"Dulu ada satu grup yang tercuci otaknya, tidak sadar. Saadun dan Taasrif, keduanya guru yang sudah di-brainwash," ujar Megawati. 

Megawati mengatakan, dari hasil penelitian, pelaku teror tidak berhasil membunuh Bung Karno karena ayahnya itu ketika pulang meninggalkan sekolah dikerubuti anak-anak. 

"Dipeluk oleh anak-anak, ya kira-kira seperti Pak Jokowi sekarang ini, sering diminta selfie. Mereka (pelaku) tergugah dan detik-detik itu terlewati. Justru yang kena dan jadi korban teman-teman saya. Kalau tepat waktu, bisa yang kena ayah saya," kata Megawati sedih. 

Guntur Soekarno Putra juga punya kesaksian terkait tragedi ledakan granat Peristiwa Cikini 1957 tersebut yang ditulis dalam buku, "Bung Karno: Bapakku, Kawanku, Guruku". Dia menyebutkan, Bung Karno ketika itu datang mengendarai mobil kepresidenan Chrysler Crown Imperial Indonesia 1. Mobil itu hadiah dari Raja Saudi Arabia, lbnu Saud.

Kedatangan Soekarno diiringi konvoi kepresidenan yang terdiri atas sepeda motor polisi lalu lintas, jeep pengawal dari Corps Polisi Militer, jeep pengawal dari Detasemen Kawal Pribadi Presiden dan mobil rombongan lainnya.

"Bapak langsung melihat-lihat stan di bazaar. Aku yang kurang tertarik pada urusan pamer memamer langsung ngacir mencari stan-stan yang berisi permainan ketangkasan," kata Guntur.

Sementara Guntur dikawal petugas bernama Ngatijo. Dia sempat melihat rombongan sang ayah yang bersiap-siap untuk pulang dari atas gedung sekolah. Sambil minum limun, Guntur memandang dari atas. Suara ledakan dahsyat tiba-tiba terdengar.

"Ketika aku sedang menghirup sebotol limun, kudengar derum suara motor dari pengawal. Tak lama kemudian tiba-tiba kudengar ledakan yang cukup dahsyat. Bledeeeerrrr," tulis Guntur yang menyaksikan kejadian itu.

Guntur yang saat itu masih kecil belum tahu dan mengerti mengira, itu suara knalpot motor Harley Davidson yang dikendarai para pengawal Bung Karno.

"Sekilas aku berpikir, ah ini tentunya suara knalpot motor dari kakak-kakak polisi. Maklum waktu itu motor-motor yang digunakan adalah Harley Davidson model "tuek". Tetapi beberapa detik kemudian. Bledeeerr! Bledeeerr! Terdengar 3-4 kali ledakan lagi," kata Guntur.

Guntur pun panik. Dia tersadar, suara itu tidak mungkin sekadar suara knalpot. Dalam waktu singkat, suasana di Perguruan Cikini dipenuhi kepanikan dan ketakutan. Guntur refleks melompat masuk ke kolong meja untuk berlindung.

"Setelah aku dapat menguasai lagi rasa takutku dan emosi, cepat-cepat aku melompat masuk di antara sela-sela tumpukan peti botol limun di kolong meja," kata Guntur.

Pengawalnya yang dipanggil Kak Ngatijo rupanya mencari Guntur. Begitu menemukan Guntur, Ngatijo lega dan diajak segera pulang. Guntur ingat ayahnya dan menanyakan kepada Ngatijo. 

"Belum tahu juga Mas! Tugas Kakak menyelamatkan Mas dulu ke rumah," jawab Ngatijo yang langsung menyeret Guntur secepat kilat ke mobil B-5353.

Mobil itu ngebut ke Istana Presiden. Begitu sampai dan turun dari mobil, Guntur yang masih panik dan khawatir cepat-cepat mencari ayahnya ke kamar. 

Ternyata Soekarno tidak ada di sana. Guntur sempat mengira ayahnya menjadi korban ledakan granat di Cikini itu.

"Aku cepat ngibrit ke kamar Bapak. Ternyata Bapak tidak ada di situ. Jangan-jangan Bapak tewas kena granat dan aku sekarang jadi anak yatim."

Diliputi kekhawatiran, tiba-tiba dia mendengar teriakan ayahnya memanggil-manggil nama Saiin. Guntur pun lari ke kamar Bung Karno. 

Soekarno lolos dari serangan ledakan granat. Tapi dia terluka di lengan karena terkena kawat duri saat menerobos pagar rumah di depan Sekolah Perguruan Cikini.

"Bukan kena granat, kena kuwat duri. Waktu mbrobos pager rumah di depan sekolahmu, aku kecantol kawat durinya. Bapak disembunyikan oleh Kak Dijo dan Odin. Mereka melindungi Bapak dengan badannya. Oding ternyata kena granat di pahanya," katanya kepada Guntur.

Bung Karno mengatakan, dia kembali ke Istana dengan naik mobil lain. Sebab, mobilnya ternyata kena granat dan akhirnya mogok.

Pelaku yang melemparkan granat hingga Bung Karno nyaris kehilangan nyawa itu ternyata anak buah Kartosuwiryo. Dia adalah pemimpin pemberontakan Darul Islam (DI)/Tentara Islam Indonesia (TII).

Soekarno dikutip dari buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang ditulis Cindy Adams menyebut Kartosuwiryo sebagai kawan yang baik. Keduanya pernah tinggal bersama di Bandung dan bermimpi bersama-sama. Namun, dalam perjalanan, keduanya memilih jalan dan ideologi berbeda hingga terjadi upaya percobaan pembunuhan terhadap Soekarno. 

"Di tahun 1918 ia adalah seorang kawanku yang baik. Di tahun 1920-an di Bandung kami tinggal bersama, makan bersama, dan bermimpi bersama-sama. Tetapi ketika aku bergerak dengan landasan kebangsaan, dia berjuang semata-mata menurut asas agama Islam," kata Soekarno. 

Editor: Maria Christina

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow

Related News

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut