10 Problematika Puasa Ramadhan dalam Kehidupan Sehari-hari: Musafir hingga Suntik
JAKARTA, iNews.id - Problematika puasa Ramadhan kerap terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Namun, tak semua tahu bagaimana menyiasati masalah tersebut.
Apalagi, puasa Ramadhan merupakan kewajiban umat Muslim di seluruh dunia yang tidak boleh dilewatkan. Berikut problematika puasa Ramadhan yang kerap muncul:
Orang sakit dan orang yang bepergian jauh melebihi batas mendapat keringanan dengan dibolehkan untuk tidak berpuasa. Hal itu seperti dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 185:
“Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain”
Madzhab Syafi'iyah dan Hambali mengatakan bahwa perempuan hamil dan menyusui hukumnya sebagai berikut: “Keduanya wajib qadha’ dan membayar fidyah, jika keduanya tidak berpuasa karena mengkhawatirkan pada kondisi anaknya. Sebab ini bentuk meninggalkan puasa yang dinikmati oleh ibu dan anaknya.
Jika ibu hamil dan menyusui hanya mengkhawatirkan pada kondisi mereka saja (tidak khawatir pada kandungan atau anaknya), maka mereka hanya wajib qadha’ saja tanpa membayar fidyah” (Musnad Asy-Syafii
“Jika kemasukan air kemur ke dalam perutnya, maka diperinci; jika dengan cara tidak lazim maka batal, dan jika dengan cara wajar maka tidak batal” (al-Iqna’ 1/237)
“Jika seseorang memasukkan obat buat luka di betis sampai ke dalam daging, atau menancapkan pisau di betis tersebut sampai ke sumsum, maka hal itu tidak membatalkan puasanya, karena daging itu bukan rongga tubuh” (Syarah Mahalli 'ala Minhaaj / Qalyubi juz IX halaman 291, maktabah syamilah)
“Boleh memakai celak mata, sekali pun ditemukan rasa pada tenggorokan, karena celak tidak dapat tembus dari mata sampai tenggorokan, dan sesuatu yang sampai ke tenggorokan itu hanya melalui jalan pori-pori [sedang pori-pori bukan termasuk lobang badan yang dapat membatalkan puasa]” (al-Mahally juz 2 hal 56)
“Mencicipi makanan adalah makruh bagi orang yang berpuasa, kecuali kalau ada hajat” (Hasyiyah an-Nihayah 7/20)
“Wajib atas para pekerja berat di bulan Ramadhan , seperti para petani dan lainnya, niat (puasa) di malam hari, kemudian apabila mereka mendapati masyaqqah yang berat, maka boleh berbuka (menghentikan puasa) dan apabila tidak mendapati masyaqqah yang berat, maka ia tetap harus puasa” (al-Busyra al-Karim hal 72 )
“Dimaafkan darah gusi yang terus-menerus atau hampir selalu keluar, dan seseorang tidak dipaksa membasuh mulutnya karena hal itu memberatkan” (Bughyah al-Mustarsyidin hal 111)
“Seseorang ditimpa sakit pada telinganya yang ia tak bisa tenang bersamanya kecuali dengan menggunakan obat dalam minyak atau kapas, sedang obat tersebut telah teruji dapat meringankan atau bahkan rasa sakit menjadi hilang dengan sekira dia memang memahaminya atau diberitahu oleh dokter, maka hal itu diperbolehkan dan puasanya sah karena dharurat” (Bughyah al Mustarsyidin hal 111)
“Apabila terdapat sisa makanan di sela-sela gigi, lalu terbawa oleh air liur dengan sewajarnya tanpa disengaja, maka tidak batal puasanya, jika ia tidak mampu memisahkan dan meludahkannya, sekali pun pada malamnya dia tidak membersihkan sela-sela giginya serta yakin ada sisa makanan yang tertinggal dan akan mengalir bersama air liurnya di waktu siang, karena tuntutan agar memisahkan dan meludahkan, hanyalah ketika ia mampu melakukannya disaat puasa, namun demikian sangat dianjurkan ia membersihkan gigi sesudah makan sahur. Adapun apabila ia mampu (melakukannya) atau menelannya dengan sengaja, maka dapat membatalkan puasa” (Fathul-Mu'in hal 56).
Itulah daftar problematika saat puasa Ramadhan yang sering menuai pertanyaan. Sebaiknya umat Islam dapat menyikapi masalah tersebut dengan baik dan kembali pada Alquran dan Hadits.
Editor: Puti Aini Yasmin