Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Mutasi TNI, Mayjen Hendy Antariksa Jabat Pangdam Bukit Barisan
Advertisement . Scroll to see content

3 Operasi TNI Bebaskan Sandera yang Gemparkan Dunia, Lumpuhkan Musuh dengan Cepat

Jumat, 02 Agustus 2024 - 06:00:00 WIB
3 Operasi TNI Bebaskan Sandera yang Gemparkan Dunia, Lumpuhkan Musuh dengan Cepat
Pasukan Elite TNI membebaskan sandera. (Foto : Kopassus)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Sejumlah operasi militer yang dilakukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) pernah menggemparkan dunia. Operasi tersebut membebaskan sandera.

TNI menggerahkan pasukan elite terbaiknya yakni Denjaka, Kopaska dan Taifib Marinir hingga Den-81 Kopassus. Mereka bergerak cepat dan senyap melumpuhkan musuh.

Operasi pembebasan sandera tersebut di antaranya pembebasan awak kapal MV Sinar Kudus, pembebasan sandera Mapenduma dan Woyla.

Berikut operasi TNI yang menggemparkan dunia:

1. Operasi pembebasan awak kapal MV Sinar Kudus

Operasi ini untuk membebaskan awak kapal MV Sinar Kudus yang disandera di Somalia pada 2011 silam. Dalam pembebasan ini dibentuklah Satgas Merah Putih, dipimpin Kolonel Laut (P) A. Taufiqoerrochman saat itu. 

Satgas melibatkan dua kapal fregat yakni KRI Abdul Halim Perdanakusuma-355 dan KRI Yos Sudarso-353, satu kapal LPD KRI Banjarmasin-592 dan satu helikopter, serta beberapa sea raiders dan LCVP. Personel aksi khusus yang dikerahkan terdiri atas pasukan khusus TNI AL dari Denjaka, Kopaska dan Taifib Marinir TNI AL serta Den-81 Kopassus TNI AD.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat menyambut kedatangan Satgas Merah Putih usai membebaskan Kapal MV Sinar Kudus dari perompak Somalia di Dermaga Kolinlamil Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada 22 Mei 2011 lalu. (Foto: Antara)
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat menyambut kedatangan Satgas Merah Putih usai membebaskan Kapal MV Sinar Kudus dari perompak Somalia di Dermaga Kolinlamil Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada 22 Mei 2011 lalu. (Foto: Antara)

Kapal MV Sinar Kudus milik PT Samudra Indonesia (persero) membawa 20 ABK. Kapal berbobot 8.911 ton itu membawa feronikel dengan tujuan Belanda. Ketika dibajak, MV Sinar Kudus berada di Perairan Somalia tepatnya di sekitar 350 mil laut tenggara Oman.

Misi Satgas Merah Putih menyelamatkan 20 WNI, membawa kembali atau membebaskan kapal Sinar Kudus, dan melanjutkan pelayaran ke Eropa seperti rencana sebelum dibajak dengan pengawalan TNI.

Komandan Korps Marinir (Dankormar) Mayjen TNI (Mar) Suhartono mengatakan, operasi di laut tidak mudah karena memang laut bukan habitat normal manusia yang hidup di darat. 

"Mengingat laut bukan habitat normal kita, habitat normal kita ya di darat ini. Mungkin di darat jago, kuat, tapi begitu ke laut, begitu naik sea rider atau speed boat, ombak gede sedikit langsung dia mabuk," ujar Suhartono di kanal YouTube resmi Puspen TNI pada 2020 lalu, dikutip iNews.id, Senin (6/12/2021).

Dengan kemampuan tersebut, pasukan berhasil melaksanakan operasinya. TNI berhasil merebut kembali Kapal MV Sinar Kudus dari para perompak Somalia dan melumpuhkan para teroris itu. Dalam operasi pada 1 Mei tersebut, empat perompak Somalia tewas. TNI juga menyita sejumlah barang bukti seperti amunisi dan GPS.

2. Operasi Pembebasan Sandera Mapenduma

Operasi Mapenduma merupakan operasi militer untuk membebaskan 26 peneliti yang tergabung dalam Ekspedisi Lorentz 95. Mereka disandera Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Kelly Kwalik di Desa Mapenduma, Kecamatan Tiom, Jayawijaya, Papua. Operasi pembebasan sandera ini memakan waktu selama 129 hari.

Operasi pembebasan pun dimulai pada 8 Januari 1996 sejak dilaporkannya peristiwa penyanderaan tersebut. Sebagai pimpinan tertinggi operasi tersebut, Prabowo yang saat itu menjabat sebagai Danjen Kopassus bertanggung jawab terhadap keselamatan para sandera.

Upaya mediasi mulai menemukan titik terang, pada 13 Januari 1996, sembilan sandera dibebaskan di Desa Jigi, Kecamatan Tiom. Mereka terdiri dari empat karyawan puskesmas, tiga aparat desa dan dua guru sekolah dasar di Mapenduma. Namun pada 25 Januari, Daniel Koyoga, komandan operasi yang berada di bawah komando langsung Kelly Kwalik memutuskan hubungan.

Prabowo Subianto saat masih menjabat Danjen Kopassus. (Foto: IG/Prabowo).
Prabowo Subianto saat masih menjabat Danjen Kopassus. (Foto: IG/Prabowo).

Selang beberapa hari kemudian, Kogoya dan Kwalik mengeluarkan pernyataan lebih keras. Mereka menyatakan tak akan membebaskan para sandera, kecuali pemerintah mengakui kemerdekaan Republik Papua Barat.

Dalam bukunya berjudul, “Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto”. Menjelang operasi dimulai, Prabowo diberi tahu oleh tim peninjau dari luar negeri yakni Inggris. Mereka menyampaikan telah berhasil menyelundupkan satu alat (beacon) pada saat mereka menitip obat-obatan, makanan dan pakaian kepada Palang Merah Internasional kepada para sandera. Alat itu bisa memberi sinyal dan menentukan exact location.

Dihadapkan pada dua pilihan, insting Prabowo mengarahkannya untuk bertanya kepada orang yang berpengalaman dan menguasai wilayah itu. Saat itu, Prabowo memanggil Serka Bayani dan menjelaskan titik koordinat yang disebutkan oleh pakar dari Inggris. Saat itu, Bayani menepisnya.

Bahkan, Prabowo menjelaskan jika pakar dari Inggris itu menggunakan teknologi canggih untuk menentukan exact location. Lagi-lagi Bayani tetap menampiknya. Dengan logat khas Papua, Bayani memberikan penjelasan. 

“Bapak, jangankan Kelly Kwalik, monyet pun tidak mau tinggal di situ. Tidak ada air di situ. Bapak, bagaimana sekian puluh orang berada di atas (gunung) tanpa air,” ucap Serka Bayani.

Menurut Prabowo, penjelasan Serka Bayani tidak akan dilupakannya meski setelah sekian puluh tahun. Tidak hanya itu, penjelasan Serka Bayani menjadi dasar bagi Prabowo untuk menentukan langkah selanjutnya. 

”Inilah kecerdasan dari seorang pribumi, putra daerah. Dia lebih tahu kondisi setempat dibandingkan dengan orang asing yang datang dari jauh walaupun membawa alat yang canggih. Saya memilih untuk percaya kepada anak buah sendiri yang punya pengalaman nyata,” kata Prabowo.

Prabowo kemudian memutuskan untuk menyerang enam titik sesuai hasil kajian tim intelijen. Operasi Mapenduma itu akhirnya berhasil membebaskan sandera. Meski demikian, dari 26 sandera, 3 orang meninggal dunia dibunuh penyandera. Sedangkan sisanya lepas termasuk seluruh peneliti asing.

3. Operasi Woyla

Indonesia pernah mengalami peristiwa menegangkan pembajakan pesawat Garuda Indonesia Penerbangan 206 pada tahun 1981. Pembebasan sandera pembajakan sekelompok teroris bersenjata di Bandar Udara Don Mueang, Bangkok, Thailand dikenal dengan Operasi Woyla.

Penerbangan dari pelabuhan udara sipil Talangbetutu, Palembang ke Bandara Polonia, Medan ini mengalami insiden pembajakan pada 28 Maret 1981 oleh lima orang teroris yang dipimpin Imran bin Muhammad Zein. Mereka mengidentifikasi diri sebagai anggota kelompok ekstremis "Komando Jihad".

Peristiwa pembajakan pesawat Garuda DC-9 Woyla ini menjadi peristiwa terorisme bermotif "jihad" pertama yang menimpa Indonesia dan satu-satunya dalam sejarah maskapai penerbangan Indonesia. Drama pembajakan pesawat Garuda DC-9 Woyla tersebut berlangsung empat hari di Bandara Don Mueang Bangkok.

Mendengar pembajakan tersebut, Presiden Suharto memanggil Kapusintelstrat LB Moerdani ke Cendana. Moerdani memerintahkan Asisten Operasi Kopassandha, Letkol Sintong Panjaitan untuk membuat rencana operasi pembebasan dengan 35 personel. Satu pesawat berjenis sama, Douglas DC-9 dipinjam untuk latihan singkat di hangar Garuda sebelum berangkat ke Thailand.

Singkat cerita pada 31 Maret 1981, sinyal hijau diberikan untuk menjalankan operasi pada hari keempat penyanderan. Grup-1 Para Komando (cikal bakal Detasemen-81 Gultor Kopassus) membuat tiga tim yang akan menerobos pintu samping dengan memanjat sayap pesawat, sementara satu tim lainnya lewat pintu belakang.

Teroris tersebut menembak dan mengenai Ahmad Kirang, salah seorang anggota Tim Hijau di bagian bawah perut yang tidak terlindungi. Teroris tersebut kemudian ditembak dan tewas di tempat. Tim Biru dan Tim Merah masuk menembak dua teroris lain, sementara penumpang menunduk.

Operasi pembebasan penumpang pesawat DC-9. (Foto: Sindonews/Ist).
Operasi pembebasan penumpang pesawat DC-9. (Foto: Sindonews/Ist).

Para penumpang lalu disuruh keluar. Seorang teroris dengan granat tangan tiba-tiba keluar dan mencoba melemparkannya tetapi gagal meledak karena pin pengaman yang tidak ditarik sempurna. Lalu anggota tim menembak dan melukainya sebelum dia sempat keluar. Teroris terakhir dinetralisir di luar pesawat. Imran bin Muhammad Zein selamat dalam peristiwa baku tembak tersebut dan ditangkap oleh pasukan Kopassus.

Berkat kemampuan prajurit Kopassus yang mumpuni, hanya membutuhkan waktu 2 menit 49 detik untuk membebaskan seluruh penumpang yang disandera dan melumpuhkan para pelaku teror dalam Operasi Woyla tersebut.

Aksi pasukan Baret Merah ini pun langsung mendapat pengakuan dunia internasional. Bahkan, Kopassandha disejajarkan dengan pasukan elite dunia seperti GSG 9 (Jerman) dan Mossad (Israel).

Surat kabar The Asian Wall Street Journal, tak segan menyematkan keberhasilan “Operasi Woyla”, 31 Maret 1981 di headline mereka: “Indonesia bukannya tidak layak diberikan pujian dan hormat yang sama dengan (pasukan) komando Israel dan Jerman Barat, untuk tindakan keberanian di Entebbe (Uganda) dan Mogadishu (Somalia). Sangat disayangkan karena ada poin yang lebih luas untuk dibuktikan (pasukan Indonesia).”

“Yang pasti, butuh kemampuan militer tingkat tinggi untuk bisa menyelamatkan penumpang pesawat yang disandera tanpa menimbulkan satu pun korban jiwa. Sedari pembajakan sampai tembakan terakhir, jalannya operasi selama 60 jam membutuhkan organisasi dan perencanaan yang sangat baik, serta butuh keberanian, efisiensi dan disiplin,” lanjut Koran tersebut.

Editor: Faieq Hidayat

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut