4 Contoh Cerpen Tentang Bullying di Sekolah, Mari Berantas Perundungan
JAKARTA, iNews.id - Contoh cerpen tentang bullying di sekolah berikut ini memiliki pesan moral yang menyentuh hati. Bullying atau perundungan merupakan salah satu bentuk perilaku yang tidak terpuji.
Adapun hal itu dilakukan oleh seseorang atau kelompok yang merasa lebih kuat kepada yang lebih lemah secara sengaja.
Akhir-akhir ini, kita kerap menyaksikan berbagai fenomena bullying di aneka tempat, termasuk sekolah. Tentu itu menjadi perhatian tersendiri bagi masyarakat.
Dampak buruk bagi korban bullying di sekolah dapat menyebabkan traumatis. Bahkan ia bisa saja melakukan tindakan-tindakan buruk yang berpotensi membahayakan diri sendiri dan lingkungannya.
Berbagai hal dapat dijadikan sebagai media untuk mengedukasi bahayanya tindakan bullying, salah satunya melalui cerpen atau cerita pendek.
Kumpulan contoh cerpen tentang bullying di sekolah berikut ini dapat menjadi referensi bagi kamu untuk mengetahui bahaya melakukan tindakan bullying yang berhasil dikutip dari berbagai sumber, Senin (16/10/2023).
Di sebuah desa hiduplah seorang janda dengan anaknya yang bernama Arman. Arman berasal dari keluarga yang miskin, ibunya hanya sebagai penjual sayur keliling. Mereka sangat dipandang remeh oleh masyarakat sekitar.
Suatu hari ketika Arman pergi ke sekolah, dia mendapat banyak ejekan dari teman-temannya. Teman-temannya mengatakan bahwa Arman tidak tahu diri karena dia adalah orang miskin yang seharusnya tidak perlu sekolah.
Tidak hanya mendapat ejekan, Arman juga menjadi bahan bullyan oleh teman-temannya. Setiap pulang sekolah dia selalu mengadu kepada ibunya sambil menangis perihal tersebut.
“Sudahlah nak, jadikan saja hinaan temanmu menjadi motivasi untuk membuktikan bahwa kamu lebih baik dari mereka yang menghinamu,” Kata ibu Arman.
Keesokan harinya Arman kembali ke bersekolah. Namun, pada hari itu tidak ada yang mengingatkannya bahwa akan ada ulangan harian. Arman pun mendapat nilai yang jelek dan semakin diejek oleh teman-temannya.
Sejak saat itu, Arman memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolahnya karena tak tahan dengan ejekan teman-temannya. Setelah beberapa hari Arman tidak masuk sekolah, datang Ibu guru yang baik hati, Ibu Mela datang ke rumah Arman.
Dengan kata-kata yang halus dan bijaksana, Ibu Mela berhasil meluluhkan hati Arman yang sudah bulat untuk tidak melanjutkan sekolahnya. Namun, seketika itu Arman berubah pikiran, dia bertekad untuk rajin belajar dan tidak memperdulikan ejekan dari teman-temannya.
Usahanya pun tak sia-sia. Berkat dirinya yang lebih rajin belajar, Arman berhasil mendapatkan peringkat satu di kelasnya. Meski masih banyak teman-teman yang mengejeknya, Arman tidak menghiraukan dan dirinya tetap fokus belajar untuk mendapatkan hasil yang memuaskan.
Arman bersyukur pada Tuhan yang Maha Esa, di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, semua dapat tercapai jika kita mau berusaha dan terus berdoa. Terimakasih Tuhan.
Nadira namanya, dia orang kaya, sayang sombong. Dia selalu saja mem-bully dan memfitnah yang lain. Dia merasa dirinyalah yang paling berkuasa di kelas 6A.
Aku sebagai sahabatnya selalu saja meminta maaf kepada mereka yang selalu dibully-nya. Sebenarnya aku tidak mau menjadi sahabatnya, tetapi jika aku tidak ingin menjadi sahabatnya, aku di-bully dia selamanya.
Pernah suatu hari dia memfitnah Chika. Dia berkata bahwa ayahnya mempunyai banyak uang dari kerja sambilannya sebagai pemalak, dan pencopet. Padahal ayah Chika bekerja sebagai seorang ketua DPRD. Chika menangis karena ayahnya dituduh seperti itu. Aku pun meminta maaf kepadanya secara diam-diam.
Dia juga pernah membully Hanna. Dia membaca buku diary Hanna, lalu menyebar luaskan isinya, Hanna juga diejek karena sepatu yang sudah bisa dikatakan ‘buluk’. Karena kejadian itu, Hanna menangis dan melaporkannya ke guru BK. Nadira pun terkena hukuman skors selama 3 hari.
Aku yang sudah tidak tahan dengan kelakuannya pun bercerita kepada sahabat rahasiaku, yaitu Reina.
"Rein, aku udah gak tahan nih sama kelakuannya," ucapku pada Reina.
"Heh siapa suruh temenan sama dia! Dari dulu kan udah aku bilang, jangan temenan sama dia," kata Reina.
"Ya mau gimana lagi, aku gak mau dibully selamanya."
"Memangnya kamu doang yang gak pengen dibully? Kami juga kali."
"Ok, ok. Aku akan bilang kepadanya bahwa aku gak akan berteman dengannya lagi," ucapku dengan penuh semangat.
Beberapa hari setelah percakapan antara aku dan Reina, aku mengajak Nadira ke halaman belakang sekolah untuk berbicara empat mata dengannya.
"Kenapa? Kamu mau minjem uang? Bilang aja, gak usah diajak sampe ke sini juga kali!" ucap Nadira dengan nada angkuh.
"Aku gak butuh uang. Aku cuma mau bilang aku gak mau jadi sahabatmu lagi."
"Kenapa?" Tanya Nadira kebingungan.
"Aku gak mau berteman denganmu karena sikapmu itu!"
"Kalau kau mau aku tetap menjadi sahabatmu, kau harus mengubah sikapmu itu. Kamu tahu gak, aku selalu malu karena sikapmu!" Seruku lantas meninggalkannya.
Esoknya, aku terheran-heran karena sikap Nadira yang sudah berubah. Dia meminta maaf kepada semua orang. Tanpa sadar aku tersenyum karena dia mau merubah sikapnya, aku teringat dengan kata-kata guru TK-ku dulu.
"Yang buruk pasti bisa berubah."
Aku mengalami trauma yang sangat mendalam karena bersekolah.
Alih-alih mendapat ilmu yang bermanfaat. Aku justru terpuruk karena sekolah.
Perkenalkan, namaku Emir, seorang pria berusia 25 tahun. Aku adalah korban bullying yang mengalami trauma yang benar-benar membekas.
Aku pernah menjadi korban bullying di sekolah. Aku sering di-bully oleh teman-teman sekelasku karena aku berbeda dari mereka.
Aku adalah anak yang pendiam dan pemalu, sedangkan teman-temanku adalah anak-anak yang ceria dan aktif.
Mereka sering menggangguku karena aku tak banyak bergaul dengan mereka. Aku sering diam di kelas dan tak banyak melakukan banyak hal.
Bullying yang aku alami sangatlah kejam. Aku sering di-bully secara fisik dan verbal. Aku pernah dipukul, ditendang, dan dimaki-maki. Aku juga sering dipanggil dengan sebutan-sebutan yang tidak sopan.
Aku berpikir, apa salahku? Aku hanya pendiam, sifatku tak merugikan orang lain.
Bullying yang aku alami dimulai dari sejak kelas 6 SD hingga 3 SMP.
Segala bentuk kekerasan yang pernah dialami membuat aku menjadi anak yang tertutup dan pendiam, termasuk saat masuk SMA.
Aku tidak percaya diri, dan aku selalu merasa takut. Aku juga sering mengalami mimpi buruk tentang bullying yang aku alami.
Aku berusaha untuk mengatasi trauma yang aku alami, tetapi itu tidak mudah. Aku harus menjalani terapi psikologis selama beberapa tahun untuk bisa sembuh dari trauma.
Beruntung, saat SMA, teman-temanku tak pernah mem-bully aku. Aku diterima dan lambat laun bisa berteman.
Aku pun mulai menceritakan masa laluku yang sering di-bully. Banyak di antara temanku di SMA menaruh simpati dan selalu memberikan semangat.
Kini, pelan dan pasti, rasa percaya diriku mulai tumbuh.
Namun, rasa sakit karena dihina dan diinjak-injak saat duduk di bangku sekolah masih membekas. Hingga aku beranjak dewasa.
Aku ingin berbagi ceritaku agar orang lain tidak mengalami apa yang aku alami.
Bullying adalah hal yang sangat kejam, dan itu bisa berdampak buruk pada korban. Jika kamu atau orang yang kamu kenal mengalami bullying, jangan ragu untuk meminta bantuan.
Namaku Kenzo, seorang siswa kelas 7 SMP. Aku adalah anak yang pendiam dan pemalu. Aku tidak memiliki banyak teman, dan aku sering menjadi sasaran bullying dari teman-teman sekelasku.
Salah satu pelaku bullying adalah Hendi, seorang siswa yang terkenal nakal dan suka membully anak-anak yang lemah.
Hendi kerap memanggilku dengan sebutan-sebutan yang tidak sopan, dan dia juga suka memukulku jika aku tidak menuruti perintahnya.
Suatu hari, Hendi tiba-tiba mengajakku berkelahi di belakang sekolah. Aku tidak berani melawannya, dan aku hanya bisa pasrah saat Hendi memukuli aku.
Aku menangis kesakitan dan merasa sangat malu.
Setelah kejadian itu, aku menjadi semakin takut pergi ke sekolah. Aku selalu merasa terancam, dan aku merasa tidak aman.
Aku bahkan mulai enggan untuk bertemu dengan teman-temanku, termasuk teman sekelas.
Akhirnya, aku memberanikan diri untuk menceritakan kejadian itu kepada guruku. Guruku sangat prihatin mendengar ceritaku.
Guruku yang bernama Bapak Alya langsung melaporkan kejadian itu kepada kepala sekolah.
Kepala sekolah kemudian memanggil Hendi dan orangtuanya untuk dipanggil ke sekolah.
Hendi akhirnya dihukum dengan skorsing selama seminggu, dan orangtuanya diminta untuk datang ke sekolah untuk mengikuti pertemuan dengan guru-guru.
Setelah kejadian itu, Hendi tidak lagi mem-bully aku. Aku bersyukur karena guruku dan kepala sekolah telah membantuku. Aku juga mulai berani untuk berteman dengan teman-temanku yang lain.
Meski bullying yang dilakukan Hendi masih membekas, tetapi aku mencoba untuk bangkit perlahan.
Demikianlah kumpulan contoh cerpen tentang bullying di sekolah. Semoga informasi ini dapat memberikan manfaat bagi kamu ya!
Editor: Komaruddin Bagja