6 ABG Dijual Muncikari di Puncak Bogor, Tama S Langkun Paparkan Solusi Tangani Kasus Eksploitasi Anak
JAKARTA, iNews.id - Dinas Sosial Kabupaten Bogor menangkap sembilan pekerja seks komersial (PSK) yang enam di antaranya masih berusia di bawah umur. Mereka ditangkap saat hendak melayani pria hidung belang di Cisarua, Puncak.
Merespons hal tersebut, Ketua Bidang Hukum dan HAM DPP Partai Perindo Tama S. Langkun --yang merupakan bacaleg DPR RI dari Partai Perindo Dapil Jawa Barat V yang meliputi Kabupaten Bogor itu-- mengecam sekaligus prihatin dengan peristiwa tersebut.
Tama menjelaskan beberapa hal yang bisa diupayakan untuk menekan kasus eksploitasi pada anak.
Pertama, meminta Kepolisian mengusut kasus ini hingga tuntas. Memberikan efek jera juga dapat diupayakan melalui pemberlakuan pasal berlapis.
"Penegakan hukum atas perkara ini harus dilakukan secara tegas. Perkara seperti ini bisa dikenakan pasal berlapis, karena selain berpotensi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), muncikari juga berpotensi pasal-pasal Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS)," kata Tama, Rabu (14/6/2023).
Terkait kasus tersebut yang terdapat anak di bawah umur, Tama menekankan perlindungan dan pemulihan hak-hak terhadap anak-anak menjadi prioritas yang paling utama.
"Anak-anak di bawah umur yang menjadi korban, bisa mendapatkan perlindungan dari LPSK. Semoga bisa melakukan langkah, atas informasi ini," ujar Tama.
Politisi Partai Perindo --partai yang ditetapkan KPU bernomor urut 16 pada kertas suara Pemilu 2024 itu melanjutkan, sosialisasi dan pendidikan yang lebih masif sebagai bentuk upaya pencegahan. Kesadaran masyarakat harus dibangun untuk membangkitkan perlawanan terhadap eksploitasi anak di bawah umur dan prostitusi.
"Penting juga untuk meningkatkan peran orang tua dan keluarga. Saya akan mendukung segala bentuk gerakan yang bertujuan untuk meningkatkan peran orang tua dan keluarga dalam melindungi anak-anak dari bahaya eksploitasi," ucapnya.
Juru bicara nasional Partai Perindo --partai yang dikenal peduli rakyat kecil, gigih memperjuangkan penciptaan lapangan kerja, dan Indonesia sejahtera itu-- menambahkan, untuk memberantas eksploitasi anak di bawah umur tidak bisa dilakukan oleh satu instansi saja.
Untuk itu, ia menyarankan adanya kolaborasi antar pemangku kepentingan.
"Saya akan mendorong kerja sama yang lebih baik antara lembaga pemerintah, kepolisian, dan kelompok masyarakat sipil dalam menangani masalah eksploitasi anak," katanya.
Sebelumnya, berdasarkan informasi yang didapat Dinsos, para PSK di bawah umur tersebut direkrut pria berinisial G sekaligus joki/muncikari.
Para korban dieksploitasi dengan tarif Rp300.000-Rp700.000 kepada pria hidung belang. Dari sembilan wanita yang diamankan, enam di antaranya masih di bawah umur yakni berusia 15-17 tahun, sedangkan tiga lainnya berusia 18, 22, dan 24 tahun.
"Saya ngorek dari beberapa klien, pertama saya tanya tarifnya berapa? 'Dia bilang Rp700.000, ditawar mentok Rp300.000'. Nah dari itu, terima berapa. 'Katanya saya nggak terima apa-apa, semua diambil oleh germo.' Nah, kamu bagaimana dapatnya? 'Ya, saya dapatnya digaji seminggu sekali, kadang-kadang kami dapat Rp2 juta. Terus katanya target saya 40 orang (pelanggan) seminggu'," ujarnya.
Editor: Reza Fajri